
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Rotasi sektoral dapat menjadi pilihan bagi investor untuk memasuki 2026, usai saham-saham konglomerat naik tinggi sepanjang tahun ini.
Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Chory Agung Ramdhani menjelaskan pada 2026, Indonesia diperkirakan akan berada dalam fase ekonomi yang lebih stabil, setelah melewati masa transisi kebijakan pada 2024-2025.
“Tahun 2026 diperkirakan kembali menjadi tahun yang menekankan strategi bottom-up atau stock picking. Dari sisi alokasi sektor, kami tetap fokus pada sektor-sektor domestik terpilih yang memiliki visibilitas pertumbuhan lebih baik,” ujar Chory awal pekan ini.
: Setelah Saham Konglomerat Melejit 2025, Ini Arah Rotasi Sektor 2026
Sektor perbankan dan konsumer menurut Chory saat ini mencerminkan proyeksi pertumbuhan earning per share (EPS) 2026 yang relatif moderat, dengan perbankan tumbuh 4% yoy dan konsumer tumbuh 6%, seiring prospek permintaan yang masih cenderung lemah.
Selain itu, BRI Danareksa Sekuritas juga menilai sektor telekomunikasi dengan pertumbuhan EBITDA 2026 sebesar 7%, unggas/poultry dengan pertumbuhan EPS 2026 sebesar 4%, serta Ritel dengan pertumbuhan EPS 2026 sebesar 16% sebagai sektor-sektor dengan visibilitas pertumbuhan yang lebih baik menarik untuk dicermati.
: : Euforia Saham Konglomerat 2025: Lanjut atau Saatnya Rebalancing di 2026?
Sementara itu, di sektor komoditas, BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan sektor logam (metals) memiliki prospek pertumbuhan EPS 2026 yang menarik sebesar 27%.
“Hal ini terutama didukung oleh ekspektasi pertumbuhan volume dari proyek-proyek baru dan ekspansi di sejumlah emiten antara lain BRMS, INCO, dan MBMA,” ujar Chory.
: : IHSG Melemah Sepekan, Saham FILM, BUMI hingga AMRT Jadi Top Leaders
Menurutnya, di tengah prospek harga nikel yang cenderung datar, kinerja pada 2026 diperkirakan akan lebih menguntungkan bagi emiten dengan eksposur ke emas seperti BRMS dan timah seperti TINS.
Adapun untuk saham-saham konglomerat, menurut Chory masih bisa menjadi pilihan setelah naik tinggi pada tahun ini. Namun, kata dia, investor harus lebih selektif memilih saham-saham konglomerat tersebut.
“Di tahun 2026, strategi pada saham konglo akan bergeser dari sekadar spekulasi pertumbuhan menjadi pertumbuhan berbasis fundamental,” tutur Chory.
Chory mencatat sepanjang 2025 ini, saham-saham grup besar seperti Grup Barito, Grup Salim, maupun Grup Astra seringkali menjadi penggerak utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Meski masih bisa menjadi pilihan, terdapat risiko pada saham konglomerat ini. Risiko tersebut seperti valuasi yang sudah mahal atau overvalued pada beberapa saham konglomerat tertentu setelah reli panjang pada 2025.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.