
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harapan akan terjadinya Santa Claus Rally di pasar saham Indonesia semakin menguat menjelang penutupan tahun 2025. Sejumlah analis saham optimis bahwa peluang kenaikan pasar pada akhir tahun ini masih sangat terbuka lebar. Keyakinan ini didukung oleh beberapa faktor krusial, termasuk kondisi likuiditas global yang longgar, masuknya kembali aliran dana asing, serta antisipasi terhadap pemangkasan suku bunga baik oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed, maupun Bank Indonesia.
Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), menyoroti bahwa potensi Santa Claus Rally tahun ini diproyeksikan lebih kuat dibandingkan tahun sebelumnya. Menurutnya, kondisi pasar global yang cenderung lebih ramah risiko, stabilnya sentimen domestik di Indonesia, serta dukungan dari stimulus fiskal pemerintah menjadi penopang utama penguatan ini.
“Peluangnya masih ada, bahkan bisa lebih kuat dari 2024 karena likuiditas global longgar, aliran asing mulai masuk, dan stimulus fiskal Indonesia,” ujar Wafi kepada Kontan, Senin (17/11/2025). Ia menambahkan bahwa tantangan tetap ada, terutama dari isu geopolitik dan volatilitas harga komoditas global yang perlu terus dicermati para investor.
IHSG Menguat 0,55% ke 8.416 pada Senin (17/11), DSSA, SCMA, AKRA Top Gainers LQ45
Wafi lebih lanjut menjelaskan bahwa secara historis, reli akhir tahun di Indonesia kerap dipicu oleh aksi window dressing dari investor institusi, derasnya aliran dana asing ke saham-saham berkapitalisasi besar, serta ekspektasi positif untuk awal tahun berikutnya. Pola fundamental ini dinilai masih sangat relevan tahun ini, mengingat peningkatan likuiditas di pasar global dan konsistennya catatan net buy oleh dana asing selama dua bulan terakhir.
Dari perspektif analisis teknikal, tren Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap menunjukkan sinyal bullish, meskipun potensi koreksi jangka pendek tetap terbuka. Level support kritis diperkirakan berada di sekitar 8.350, sementara level resistance akan menguji kekuatan di 8.550. Sektor-sektor yang berpotensi besar diuntungkan jika reli akhir tahun benar-benar terjadi meliputi perbankan, consumer cyclicals, ritel, telekomunikasi, transportasi, hingga teknologi. Sebaliknya, sektor komoditas memerlukan perhatian khusus akibat pergerakan harga global yang masih volatil dan cenderung campuran.
“Secara historis Santa Claus Rally biasanya berkisar 1,5%-3,5%. Tahun ini bisa di kisaran 2%-4% kalau aliran asing tetap kuat dan sentimen The Fed positif,” terang Wafi, memberikan proyeksi yang lebih optimis untuk akhir tahun ini.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Daniel Agustinus, Direktur PT Kanaka Hita Solvera, turut menilai bahwa peluang reli akhir tahun tetap terbuka lebar. Hal ini khususnya akan terwujud jika The Fed benar-benar mengambil langkah untuk menurunkan suku bunga pada penghujung tahun nanti. Menurutnya, IHSG berpotensi melanjutkan penguatan signifikan dan bergerak menuju level di atas 8.600.
“Santa Claus Rally masih terbuka, apalagi jika The Fed memangkas suku bunga akhir tahun nanti. Diperkirakan IHSG masih melanjutkan penguatan ke atas level 8.600 di akhir tahun,” tegas Daniel.
IHSG Menguat ke 8.434,2 di Sesi Pertama Hari Ini, Top Gainers LQ45: SSIA, SCMA, BUMI
Untuk para investor, Daniel menyarankan untuk mencermati beberapa saham unggulan yang memiliki dorongan tambahan. Rekomendasi tersebut termasuk BUMI dengan target harga Rp 300, MDKA dengan target Rp 2.600, BBRI dengan target Rp 4.400, dan BMRI dengan target Rp 5.200. Pilihan saham ini didasarkan pada potensi kenaikan yang signifikan dalam kondisi pasar yang kondusif.
Secara keseluruhan, dengan kombinasi dari likuiditas global yang lebih longgar, arus dana asing yang kembali masuk ke bursa, serta ekspektasi kuat terhadap pemangkasan suku bunga, para analis sepakat bahwa momentum penguatan IHSG menjelang akhir tahun masih sangat terjaga. Namun, investor diimbau untuk tetap waspada dan mencermati berbagai sentimen global. Faktor-faktor seperti inflasi di Amerika Serikat, arah kebijakan The Fed selanjutnya, penguatan dolar AS, serta perkembangan geopolitik, berpotensi menjadi variabel pengganggu yang dapat memengaruhi pergerakan pasar secara tak terduga.