Ussindonesia.co.id JAKARTA. PT RMK Energy Tbk (RMKE) masih berusaha bangkit di tengah tertekan industri pertambangan batubara dalam negeri.
Sekedar mengingatkan, pendapatan operasi RMKE menyusut 53,5% year on year (YoY) menjadi Rp 575,7 miliar pada semester I-2025 lalu.
Pelemahan tersebut dipengaruhi oleh koreksi pendapatan segmen penjualan batubara yang mencapai 71,9% YoY menjadi Rp 262,6 miliar di periode Januari-Juni 2025.
Sebaliknya, pendapatan segmen jasa batubara meningkat 3,5% YoY menjadi Rp 313,1 miliar pada semester I-2025.
Pengendali RMK Energy (RMKE) Jual 875 Juta Saham, Ini Tujuannya
Dari sisi operasional, volume pemuatan tongkang batubara RMKE turun 5,2% YoY menjadi 3,7 juta ton pada semester I-2025. Hasil ini sejalan dengan penurunan penjualan batubara RMKE sebesar 64% YoY menjadi 428,6 juta ton.
Di sisi lain, RMKE mampu mempersingkat waktu bongkar muat kereta dari sebelumnya 3 jam 35 menit pada semester I-2024 menjadi 3 jam 9 menit pada semester I-2025.
RMKE juga mulai memperoleh pendapatan berupa volume angkutan batubara yang melintasi jalan hauling perusahaan sebesar 0,3 juta ton pada semester pertama lalu.
President Director RMK Energy Vincent Saputra mengatakan, penurunan harga batubara global cukup berdampak bagi kinerja keuangan perusahaan.
Apalagi, produksi batubara dari tambang in house RMKE melalui PT Truba Bara Banyu Enim (TBBE) turut mengalami penurunan akibat gangguan cuaca.
“Kami juga sedang ada rencana perpindahan pit tambang karena cadangan batubara yang tersedia di pit sekarang sudah mulai menipis,” ujar dia dalam paparan publik insidental, Jumat (17/10/2025).
Walau begitu, Vincent menilai, harga batubara global sudah mulai membaik pada kuartal III-2025 hingga awal kuartal IV-2025. Harapannya, ada potensi kinerja pendapatan maupun laba bersih RMKE akan mengalami pemulihan sampai akhir tahun nanti.
Bisnis Jasa Jadi Penopang, Pendapatan RMK Energy (RMKE) Tergerus 53,5% di Semester I
RMKE pun fokus untuk menuntaskan proyek integrasi jalan hauling perusahaan ke beberapa tambang batubara di Sumatra Selatan.
Saat ini, sudah ada dua tambang yang terintegrasi dengan jalan hauling RMKE, yaitu PT Wiraduta Sejahtera Langgeng dan PT Duta Bara Utama. Masih ada tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang sedang diintegrasikan dengan jalan hauling milik RMKE.
Jika tambang-tambang tersebut saling terkoneksi, RMKE berpotensi mencatatkan peningkatan volume penjualan batubara yang diangkut melalui pelabuhan emiten tersebut.
“Kami ada perjanjian dengan produsen tambang yang akan menjual batubara kepada kami dan itu kontribusinya akan segera terlihat,” jelas dia.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menilai, tantangan bagi RMKE masih berat akibat tekanan harga batubara global. Hal ini sudah tercermin dari penurunan penjualan batubara RMKE yang mencapai lebih dari 70% pada semester I-2025, sehingga menandakan bahwa segmen ini cukup sensitif terhadap dinamika harga komoditas tersebut.
Sebaliknya, kenaikan pendapatan jasa batubara bisa jadi modal berharga bagi RMKE. Sebab, RMKE berpeluang menjadi penyedia jasa logistik batubara secara penuh, di mana segmen ini akan makin potensial ketika harga batubara berbalik menguat.
“Strategi lain yang perlu diperkuat adalah efisiensi operasional dan diversifikasi pelanggan supaya pendapatan RMKE tidak terlalu tergantung sama volume ekspor,” terang dia, Jumat (17/10/2025).
RMKE Chart by TradingView
Lantaran saham RMKE masih disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), investor disarankan untuk menunggu kejelasan pencabutan suspensi dan transparansi laporan keuangan emiten nanti. Jika suspensi dicabut dan proyek jalan hauling mendekati tuntas, harga saham RMKE dapat rebound lantaran valuasinya relatif sudah murah.
Wafi pun merekomendasikan hold saham RMKE dengan target harga di level Rp 2.700 per saham.