
JAKARTA – Pasar valuta asing diwarnai tren positif bagi sejumlah mata uang Asia pada perdagangan Kamis (13/11/2025). Yen Jepang (JPY), won Korea (KRW), dolar Singapura (SGD), dan yuan China (CNY) secara kompak berhasil menguat melawan dominasi dolar Amerika Serikat (AS), menandai pergerakan signifikan di tengah dinamika ekonomi global.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bloomberg, penguatan ini terlihat jelas di berbagai pasang mata uang. Yen Jepang (JPY) menguat sebesar 0,26% mencapai level 154,3 per dolar AS. Sementara itu, won Korea (KRW) menunjukkan kenaikan impresif 0,36% menjadi 1.463,46 per dolar AS. Dolar Singapura (SGD) juga tidak ketinggalan dengan kenaikan 0,16% ke 1,29 per dolar AS, dan yuan China (CNY) menguat 0,21% diperdagangkan pada 7,09 per dolar AS.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengidentifikasi pendorong utama di balik apresiasi yuan China. Menurutnya, penguatan ini mayoritas ditopang oleh rilis data inflasi China yang menunjukkan kenaikan 0,2%, sebuah angka tertinggi yang tercatat sejak Januari 2025. “Kenaikan inflasi ini memicu harapan terhadap peningkatan konsumsi domestik dan kekuatan ekonomi secara umum,” terang Lukman kepada Kontan, Kamis (13/11/2025), menyoroti sentimen positif terhadap perekonomian Tiongkok.
Namun, di balik penguatan hariannya, yen Jepang masih menghadapi tantangan struktural. Prospek kebijakan moneter yang cenderung longgar di Jepang menjadi perhatian setelah terpilihnya Perdana Menteri Sanae Takaichi. Lukman menjelaskan, “Sebagai figur dovish, Sanae menyerukan agar Bank of Japan tetap berhati-hati dalam menaikkan suku bunga,” mengindikasikan bahwa jalur pengetatan moneter Jepang mungkin akan lebih lambat dari perkiraan.
Lebih lanjut, Lukman memperkirakan bahwa prospek pergerakan mata uang Asia hingga akhir tahun akan sangat dipengaruhi oleh sentimen global yang kompleks. Faktor-faktor seperti tensi tarif perdagangan, dinamika geopolitik, dan booming sektor kecerdasan buatan (AI) akan memainkan peran kunci. Dalam konteks ini, “KRW bisa diuntungkan oleh booming AI, sementara CNY berpotensi melanjutkan penguatan oleh harapan ekonomi yang membaik, meski pemerintah China kemungkinan akan membatasi laju apresiasi,” tambahnya.
Dari perspektif fundamental, Lukman Leong memproyeksikan beberapa kisaran penting untuk akhir tahun 2025. Ia memperkirakan pasangan USD/JPY akan bergerak di kisaran 155–160, USD/SGD di 1,29–1,30, USD/KRW di sekitar 1.450, dan USD/CNY di level 7,0–7,1, memberikan gambaran yang jelas tentang potensial pergerakan nilai tukar.
Sementara itu, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengamini bahwa pergerakan mata uang Asia yang bervariasi ini adalah cerminan dari divergensi kebijakan moneter dan kekuatan fundamental yang berbeda di setiap kawasan. “Penguatan dolar AS lebih disebabkan oleh sentimen global, sementara penguatan yuan terjadi karena ekspektasi stimulus fiskal Tiongkok dan meredanya tekanan deflasi,” jelas Sutopo, memberikan perspektif komparatif.
Sutopo juga menambahkan bahwa hingga akhir tahun, arah pergerakan valuta asing Asia akan sangat ditentukan oleh prospek kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed) di AS serta kinerja ekonomi China. Menurutnya, “Jika The Fed menurunkan suku bunga dan stimulus China efektif, sentimen terhadap mata uang Asia akan membaik.” Ia meyakini, “Siklus pelonggaran global dan arus modal masuk ke Asia bisa menjadi katalis bagi penguatan valas regional,” menggarisbawahi potensi positif dari lingkungan ekonomi makro.
Sebagai penutup, Sutopo memperkirakan bahwa hingga akhir tahun, pasangan USDSGD akan bergerak di kisaran 1,29–1,31, sedangkan USDCNY akan berada pada 7,05–7,15. Proyeksi ini mencerminkan ekspektasi terhadap stabilitas kebijakan moneter di kawasan dan sinyal awal perbaikan prospek pertumbuhan ekonomi regional.