Ussindonesia.co.id – JAKARTA – Kepala Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Farida Peranginangin, secara tegas mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap maraknya kejahatan siber atau cyber crime, terutama dalam sektor pembayaran digital, menjelang momentum liburan akhir tahun. Peringatan ini disampaikan mengingat periode liburan kerap menjadi “waktu panen bagi penipu” (harvesting time for the fraudster), seiring dengan lonjakan volume transaksi digital.
Farida menjelaskan bahwa fenomena ini tak hanya mengancam keamanan finansial individu, tetapi juga mengikis ketenangan masyarakat dalam menikmati masa libur. Transformasi lanskap keuangan Indonesia yang begitu pesat, didorong oleh akselerasi digitalisasi melalui layanan seperti QRIS, BI-FAST, mobile banking, hingga pinjaman daring (fintech lending), telah mengubah cara bertransaksi secara fundamental. Namun, kemudahan ini datang bersamaan dengan risiko yang tak kalah signifikan.
Ia mengakui bahwa seiring dengan peningkatan interkoneksi antar pelaku dalam ekosistem pembayaran, paparan terhadap ancaman siber juga kian membesar. “Serangan siber, kebocoran data, dan aktivitas penipuan ini meningkat, baik dari sisi transaksi maupun kompleksitasnya,” ujarnya. Sektor keuangan secara global menjadi target utama serangan siber, dan satu insiden saja berpotensi menggerus kepercayaan publik, mengganggu aktivitas ekonomi, bahkan memicu risiko sistemik jika tidak ditangani dengan serius.
Oleh karena itu, keamanan data nasabah dan integritas sistem pembayaran tidak lagi dapat dipandang sebagai fitur tambahan, melainkan harus menjadi fondasi utama bagi para pelaku jasa keuangan dalam berinovasi. Meskipun Bank Indonesia bersama regulator lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah mengeluarkan berbagai kerangka kebijakan, Farida Peranginangin tidak menampik bahwa industri jasa keuangan masih menghadapi sejumlah tantangan krusial dalam keamanan siber.
Salah satu tantangan signifikan adalah fragmentasi standar keamanan di antara berbagai lembaga keuangan, serta terbatasnya talenta di bidang keamanan siber. “Kebutuhan terhadap profesional di bidang keamanan siber tumbuh jauh lebih cepat daripada ketersediaan talenta yang siap pakai,” ungkap Farida. Ditambah lagi, sifat ancaman siber yang bersifat lintas negara atau global menuntut para pelaku jasa keuangan untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara kecepatan inovasi dan perlindungan keamanan data.
Untuk mengatasi kompleksitas tantangan ini, Farida menegaskan bahwa tidak ada satu lembaga pun yang dapat bergerak sendiri. Ia mendorong seluruh pihak untuk berinvestasi pada sumber daya manusia (SDM) dan membangun budaya keamanan yang kuat, menerapkan prinsip security by design dalam setiap inovasi, serta terus memperkuat kolaborasi lintas sektor. “Keamanan adalah fondasi kepercayaan. Tanpa keamanan, seluruh kemajuan digital akan kehilangan maknanya. Kita tidak perlu memilih dan tidak sepatutnya memilih antara kemajuan atau keamanan. Inovasi dan keamanan harus selalu berjalan beriringan,” pungkasnya, menekankan pentingnya sinergi antara kemajuan teknologi dan perlindungan data yang optimal.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kejahatan siber, khususnya dalam pembayaran digital, menjelang libur akhir tahun. Peringatan ini penting karena periode liburan sering dimanfaatkan pelaku kejahatan seiring meningkatnya transaksi digital. Ancaman siber ini tidak hanya membahayakan finansial individu, tetapi juga ketenangan masyarakat.
Peningkatan interkoneksi dalam ekosistem pembayaran menyebabkan risiko ancaman siber semakin besar. Tantangan yang dihadapi termasuk fragmentasi standar keamanan, terbatasnya talenta di bidang keamanan siber, dan sifat ancaman siber yang lintas negara. BI mendorong investasi pada SDM, membangun budaya keamanan, menerapkan prinsip security by design, dan memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan ini.