Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Bank Indonesia (BI) dinilai perlu menahan suku bunga acuan BI Rate pada level 5,00% bulan ini usai turun dua kali berturut-turut pada Juli dan Agustus dengan total penurunan 50 bps.
Pada hari ini, Bank Sentral dijadwalkan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2025 pada pukul 14.00 WIB, termasuk keputusan mengenai BI Rate.
“BI sebaiknya mempertahankan suku bunga pada level 5,00% pada RDG September 2025 untuk mengevaluasi efektivitas transmisi kebijakan terbaru sekaligus terus memantau volatilitas rupiah,” ujar Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Teuku Riefky sebagaimana dilansir Antara, Rabu (17/9/2025).
: IHSG Dibuka Naik Tipis ke Level 7.965 Jelang Pengumuman BI Rate
Secara umum, LPEM memperkirakan bahwa inflasi ke depan tetap rendah. Sebelumnya, inflasi pada Agustus 2025 menurun menjadi 2,31% YoY atau tetap berada dalam kisaran target BI pada rentang 1,5%-3,5%.
Namun, menurut pandangan LPEM, risiko terkait koordinasi kebijakan semakin meningkat. Meski prospek baru terkait burden sharing antara BI dan pemerintah bisa membantu meredakan tekanan fiskal, hal ini juga berpotensi menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas kerangka target inflasi BI.
: : Pengumuman BI Rate Hari Ini, Konsensus Ekonom Prediksi Suku Bunga Acuan Tetap 5,00%
“Oleh karena itu, BI perlu menyeimbangkan sikap akomodatif dengan komunikasi yang jelas, agar ekspektasi inflasi tetap terkendali dan tidak menimbulkan kesan bahwa kebijakan moneter subordinat terhadap kepentingan fiskal,” ujar Riefky.
Indonesia sempat mengalami arus modal masuk dan penguatan rupiah hingga awal September 2025. Namun, sentimen pasar berubah setelah reshuffle kabinet yang memicu arus modal keluar yang besar dan depresiasi nilai tukar rupiah.
: : Suku Bunga Deposito BCA, Mandiri, BRI, dan BNI jelang Keputusan BI Rate Hari Ini
Pada 8 Agustus hingga 8 September 2025, Indonesia mencatat arus modal masuk bersih sebesar US$0,46 miliar. Namun, sentimen berubah setelah pengumuman reshuffle kabinet oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada 8 September 2025, termasuk penggantian posisi Menteri Keuangan.
Pada hari pengumuman tersebut, tercatat arus modal keluar bersih sebesar US$0,25 miliar. Arus modal keluar semakin intensif pada hari-hari berikutnya, mencapai US$0,96 miliar pada 8-11 September 2025.
“Investor bereaksi hati-hati terhadap reshuffle kabinet tersebut, menafsirkan perubahan ini sebagai sumber ketidakpastian bagi arah kebijakan fiskal di masa depan. Muncul kekhawatiran bahwa pergantian kepemimpinan dapat mengubah keseimbangan antara disiplin fiskal dan prioritas belanja,” kata Riefky.
Dia menambahkan kekhawatiran pasar juga meningkat karena keraguan terkait pembagian beban bunga (burden sharing) antara BI dan pemerintah serta alokasi dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di sektor perbankan.
“Perkembangan ini berisiko mengaburkan prospek kebijakan, karena investor mungkin memandangnya sebagai sinyal berkurangnya independensi otoritas moneter dan batasan fiskal-moneter yang semakin kabur,” kata dia.
Sementara itu, arus modal masuk bersih pada 8 Agustus hingga 8 September 2025 turut mendukung penguatan rupiah dari Rp16.825 per dolar AS menjadi Rp16.300 per dolar AS, atau meningkat sebesar 0,09% (mtm).
Namun, pada 8 September 2025 atau bertepatan dengan hari pengumuman reshuffle kabinet, rupiah terdepresiasi sebesar 0,70% dibandingkan hari sebelumnya. Secara year to date (ytd), rupiah melemah 1,795%, hanya lebih baik dibanding Peso Argentina, Lira Turki, dan Rupee India.
Ke depan, pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga kebijakannya pada Rapat FOMC September, yang berpotensi mendukung arus modal masuk lebih lanjut ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.