Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 4,75% pada Oktober 2025. Kendati begitu, sejumlah bankir dan pengamat menilai bahwa masih ada ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga hingga 25 basis poin (bps) hingga akhir tahun.
Retail Funding Division Head BTN Frengky Rosadrian Perangin Angin memperkirakan otoritas moneter kemungkinan masih akan menurunkan BI Rate sebesar 25 bps hingga akhir 2025. “Kemungkinan itu di 25 bps,” kata Frengky kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025).
Adapun BI Rate telah turun sebesar 150 bps sejak September 2024 menjadi 4,75%, yang merupakan level terendah sejak 2022. Frengky menyebut efek kebijakan penurunan BI Rate memang tidak langsung terasa pada pertumbuhan ekonomi lantaran membutuhkan waktu sebelum efeknya benar-benar terlihat.
: BI Rate Tetap, Apindo Suarakan Kemudahan Akses Kredit
Untuk itu, dia menilai bahwa kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di tahun ini tetapi juga pada 2026.
Sementara itu, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M Rizal Taufikurahman menuturkan bahwa ruang pelonggaran suku bunga ke depan semakin terbatas.
: : Bank Indonesia Tahan BI Rate Oktober 2025, Buka Peluang Penurunan Akhir Tahun
Dia mengatakan BI harus menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan dan mempertahankan kredibilitas stabilitas nilai tukar. Menjelang akhir tahun, kata dia, tekanan eksternal terhadap rupiah biasanya meningkat seiring arus keluar modal dan kebutuhan impor.
“Dengan real rate differential terhadap The Fed yang mulai menipis, manuver pelonggaran tambahan mungkin masih terbuka 25 basis poin, namun selebihnya BI akan lebih berhati-hati,” ujar Rizal kepada Bisnis.
Dalam konteks ini, stabilitas makro bukan sekadar prasyarat, melainkan fondasi keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri.
Di sisi lain, Rizal menyebut bahwa penempatan dana pemerintah di Himbara memang memperkuat likuiditas perbankan, tetapi belum sepenuhnya mengalirkan likuiditas itu ke sektor riil.
Meski pertumbuhan kredit meningkat, dia menyebut bahwa pertumbuhan tersebut masih didominasi oleh korporasi besar dan segmen konsumtif. Artinya, kata dia, fungsi intermediasi bank belum sepenuhnya menembus lapisan produktif ekonomi rakyat.
Menurutnya, kebijakan ini akan lebih efektif apabila diiringi strategi directed lending yang berorientasi pada sektor berdaya ungkit tinggi pertanian, industri manufaktur menengah, dan berbagai proyek padat karya yang menopang agenda pertumbuhan inklusif. Selain itu diikuti oleh penyesuaian PPN turun.