PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melihat prospek cerah bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuan. Stabilitas inflasi yang terjaga, pergerakan nilai tukar rupiah yang terkendali, dan derasnya arus modal asing menjadi landasan optimisme akan adanya pelonggaran moneter lebih lanjut.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Ari Rizaldi, menggarisbawahi beberapa indikator kunci yang mendukung pandangan ini. Inflasi Juli 2025 yang tercatat 2,37 persen secara tahunan (yoy) masih berada dalam rentang target Bank Indonesia. Kondisi stabil ini juga tercermin pada rupiah yang bergerak solid, didukung kuatnya kembalinya modal asing baik ke pasar obligasi maupun saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan ditutup menguat mencapai level 7.936, sementara imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turut menurun menjadi 6,33 persen.
Dalam acara Mandiri Macro and Market Brief Kuartal III 2025 pada Kamis (28/8/2025), Ari menegaskan bahwa “ruang pemangkasan suku bunga acuan masih relatif besar”. Potensi ini muncul setelah BI pada Agustus lalu memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 5 persen, didukung oleh inflasi yang stabil, nilai tukar yang terkendali, serta ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.
Optimisme terhadap kondisi ekonomi tidak hanya terbatas pada kebijakan moneter. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, turut menyampaikan keyakinan bahwa perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di angka 5 persen tahun ini. Ini merupakan proyeksi yang kuat, mengingat perlambatan ekonomi global yang diperkirakan terjadi.
Menurut Andry, konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan, “Selama daya beli masyarakat terjaga dan investasi tidak mengalami penurunan signifikan, pencapaian pertumbuhan 5 persen sangat realistis.”
Bersama Mandiri Sekuritas, Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 akan berada di kisaran 4,9–5,1 persen. Estimasi ini didasari oleh dukungan inflasi yang tetap rendah, defisit fiskal yang terkendali dengan baik, serta peluang kebijakan pelonggaran moneter lanjutan yang dapat memacu aktivitas ekonomi.