Ussindonesia.co.id, BATUSANGKAR — Cuaca ekstrem yang melanda sepanjang tahun 2025 menjadi ujian berat bagi petani cabai merah di Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar. Produktivitas terancam, namun Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatra Barat hadir sebagai pahlawan, mengambil langkah strategis untuk menjaga stabilitas pasokan komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sumbar ini.
Kelompok Tani Salingka Jarek, yang menjadi binaan BI Sumbar, merasakan betul dampak cuaca yang tak menentu. Zikra Lutfi, bendahara kelompok, menuturkan bahwa meskipun awal tahun cuaca masih bersahabat, perubahan drastis terjadi mulai April hingga November. Panas terik disertai angin kencang menjadi santapan sehari-hari.
“Situasi ini sangat memicu munculnya virus gemini, ancaman paling berbahaya bagi cabai lokal,” ungkapnya pada Rabu (12/11/2025).
Virus gemini, biang keladi daun kuning dan keriting, adalah musuh yang tak kenal ampun. Penyakit ini sulit disembuhkan dan seringkali mematikan tanaman muda sebelum sempat berbuah. Dari 11.500 batang cabai yang ditanam kelompok tani ini, sebagian besar terancam gagal panen akibat serangan virus.
Namun, semangat petani tak luntur. Zikra, seorang petani milenial Pandai Sikek, bersama rekan-rekannya berinovasi dengan mengembangkan varietas hibrida seperti Tangguh F1 yang lebih tahan penyakit. Inisiatif ini lahir dari kepedulian petani sendiri. Efektivitas perawatan tanaman pun meningkat berkat bantuan mesin semprot dari BI Sumbar, yang memungkinkan penyemprotan pestisida lebih cepat, merata, dan hemat tenaga.
“Dengan alat dari BI, penyemprotan jadi jauh lebih efisien dan risiko serangan hama berkurang,” jelasnya.
Nasrul, petani lainnya, membenarkan bahwa biaya bertani cabai memang tidak murah. Untuk 3.600 batang saja, modal yang dibutuhkan mencapai Rp7 juta, meliputi plastik mulsa, pupuk, pestisida, dan biaya perawatan. Harga cabai hibrida saat ini sekitar Rp63.000/kg, sedangkan cabai lokal Rp70.000/kg. Namun, harga sangat fluktuatif dan dipengaruhi pasokan dari luar daerah.
“Kalau cabai dari luar Sumbar masuk banyak, harga langsung anjlok. Petani sangat merasakan dampaknya,” keluhnya.
Menyadari kondisi ini, BI Sumbar bergerak cepat dengan memperkuat tindakan dari hulu hingga hilir untuk menjaga stabilitas pasokan cabai. Selain pembinaan kepada kelompok tani binaan, BI juga melakukan pemantauan langsung ke sentra cabai merah di Solok, Tanah Datar, Pesisir Selatan, dan Agam. Kunjungan lapangan ini bertujuan untuk memahami kendala petani secara komprehensif, mulai dari pola cuaca, serangan penyakit, hingga potensi penurunan pasokan.
Kepala Perwakilan BI Sumbar, M. Abdul Majid Ikram, menjelaskan bahwa cabai merah merupakan komoditas yang memberikan kontribusi signifikan terhadap inflasi Sumbar, baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy). Cuaca ekstrem menyebabkan pergeseran siklus tanam dan panen, sehingga ketersediaan pasokan menjadi tidak pasti.
“Kami turun langsung bertemu petani agar bisa melihat kondisi sebenarnya di lapangan,” ujarnya.
Dari hasil pemantauan tersebut, BI menemukan potensi keterlambatan panen di beberapa kabupaten. Oleh karena itu, BI mendorong koordinasi intensif dengan pemerintah daerah agar setiap kabupaten melakukan pendataan wilayah pertanian yang akan panen dalam waktu dekat.
“Pendataan ini penting agar pemda punya pedoman yang jelas jika perlu menambah pasokan dari luar daerah,” jelas Majid.
Langkah ini semakin krusial menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru), periode yang biasanya memicu lonjakan permintaan pangan. BI berharap, melalui pembinaan teknis, dukungan alat produksi, pemantauan lapangan, dan koordinasi kebijakan pasokan, stabilitas harga cabai dapat dijaga hingga akhir tahun.
“Kami ingin memastikan pasokan aman dan harga cabai tidak kembali menjadi penyumbang terbesar inflasi Sumbar,” tegasnya.
Pendampingan dari BI memberikan angin segar bagi kelompok tani dalam menghadapi cuaca yang semakin tidak menentu. Dengan dukungan peralatan dan pemantauan kebijakan pasokan, petani kini dapat merespons ancaman hama lebih cepat, memetakan risiko produksi dengan lebih akurat, serta menata jadwal tanam berdasarkan perubahan pola cuaca.
Sinergi antara inovasi petani dan langkah responsif BI Sumbar menumbuhkan harapan baru bagi keberlanjutan komoditas cabai merah di Ranah Minang. Di tengah iklim yang tidak stabil, kolaborasi erat antara petani dan BI menjadi fondasi penting untuk menjaga produktivitas, stabilitas harga, dan ketahanan pangan di Tanah Datar dan wilayah Sumatera Barat secara luas.
Ringkasan
Cuaca ekstrem tahun 2025 mengancam produktivitas cabai merah di Tanah Datar, namun Bank Indonesia (BI) Sumbar hadir membantu petani binaan seperti Kelompok Tani Salingka Jarek. Bantuan berupa mesin semprot meningkatkan efisiensi penyemprotan pestisida dan petani juga berinovasi dengan varietas hibrida seperti Tangguh F1 yang lebih tahan penyakit.
BI Sumbar melakukan pemantauan langsung ke sentra cabai dan mendorong koordinasi dengan pemerintah daerah untuk pendataan wilayah panen guna menjaga stabilitas pasokan, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru. Tujuannya adalah memastikan pasokan aman dan harga cabai tidak menjadi penyumbang inflasi terbesar di Sumbar.