Citi Indonesia: BI Rate Turun, Kredit Perbankan Bakal Tumbuh Positif

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Citi Indonesia menyoroti dampak positif penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) terhadap sektor perbankan. Menurut lembaga keuangan tersebut, pemangkasan bunga acuan ini telah mulai menggeliatkan permintaan kredit perbankan, menandakan respons awal yang baik dari pasar.

Melihat tren ini, Citi Indonesia menaruh harapan besar agar siklus penurunan BI rate dapat terus berlanjut. Batara Sianturi, CEO Citi Indonesia, dalam acara Citi Data Center Day 2025 pada Senin (27/10), mengungkapkan optimismenya, “Mudah-mudahan siklus pemangkasan BI rate dari Bank Indonesia berlanjut, mungkin 25 basis poin di bulan November dan juga 25 basis poin lagi di Desember 2020.” Proyeksi ini mencerminkan keyakinan akan potensi stimulus lebih lanjut bagi pertumbuhan ekonomi.

Meskipun harapan besar terpancar, Batara juga menyoroti adanya jeda dalam transmisi penurunan suku bunga acuan ke tingkat suku bunga kredit perbankan. Ia menjelaskan, “Saat ini kan suku bunga kredit belum turun sampai 40 basis poin.” Sebagai informasi, Bank Indonesia menargetkan elastisitas yang signifikan, yaitu setidaknya 30% dari suku bunga kredit bank terhadap BI rate. Dengan total penurunan BI rate yang mencapai 150 basis poin, idealnya suku bunga kredit perbankan seharusnya sudah terkoreksi minimal 45 basis poin, menunjukkan adanya ruang untuk penyesuaian lebih lanjut.

Untuk mempercepat akselerasi pertumbuhan kredit, Bank Indonesia tidak tinggal diam. Bank sentral telah meluncurkan stimulus berupa Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Terobosan terbaru adalah skema insentif KLM yang berbasis kinerja dan berorientasi forward looking. Dalam skema inovatif ini, bank yang lebih cepat dalam menurunkan suku bunga kreditnya berhak mendapatkan diskon giro wajib minimum (GWM) hingga 0,5% dari dana pihak ketiga (DPK). Insentif ini berbeda dari sebelumnya yang fokus pada penyaluran kredit ke sektor-sektor pendorong ekonomi.

Batara Sianturi mengakui bahwa serangkaian kebijakan bank sentral ini telah memberikan dampak positif yang nyata terhadap permintaan kredit. “Untuk permintaan, kami melihat sudah ada permintaan baik dari klien multinasional maupun klien pemerintah dan lokal,” ujarnya, mengindikasikan adanya respons dari berbagai segmen pasar.

Namun, di tengah sinyal positif tersebut, Citi Indonesia juga mengidentifikasi tantangan signifikan. Helmi Arman, Kepala Ekonom Citi Indonesia, memaparkan bahwa likuiditas perbankan saat ini masih terbilang ketat. “Likuiditas lebih ketat dibanding posisinya di awal tahun, atau bahkan dibanding posisi sebelum Covid-19. Dan ini menjadi hambatan terhadap pemulihan kredit,” jelas Helmi. Situasi likuiditas yang ketat ini diperkirakan akan membuat pemulihan kredit bergerak dalam fase stabilisasi terlebih dahulu, membentuk kurva “U-shape” ketimbang lonjakan tajam “V-shape” seperti yang mungkin diharapkan banyak pihak.