Citi Percaya IHSG Bisa Tembus 9.250 Tahun Depan Didorong Belanja Fiskal

Ussindonesia.co.id  JAKARTA. Citigroup Inc. memperkirakan pasar saham Indonesia akan melanjutkan penguatannya dan bisa naik hingga 10% tahun depan. Citi percaya IHSG bisa mencapai level tertinggi baru, didorong oleh belanja pemerintah dan potensi penurunan suku bunga.

Menurut analis Citigroup, Helmi Arman dan Rohit Garg, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang mencapai 9.250 poin dari posisi sekitar 8.363 poin pada Selasa (11/11). Rencana belanja pemerintah yang agresif dinilai akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, sementara likuiditas yang membaik dan biaya pendanaan yang lebih murah akan mendukung pemulihan sektor perbankan melalui peningkatan kredit dan margin yang lebih sehat.

Tahun ini, IHSG sudah naik sekitar 18%, menjadikannya salah satu pasar dengan kinerja terbaik di kawasan Asia. Pada Jumat lalu, indeks bahkan menutup perdagangan di level rekor baru 8.394,59, tertinggi dalam delapan tahun terakhir.

S&P 500 dan Nasdaq Turun Selasa (11/11), di Tengah Kekhawatiran Valuasi Saham AI

Citigroup menilai, percepatan belanja pemerintah serta peningkatan subsidi sosial dapat mendorong konsumsi rumah tangga, yang akan menguntungkan emiten sektor konsumer dan ritel seperti Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) dan Mayora Indah (MYOR).

Sementara itu, bank-bank besar seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) berpotensi mendapatkan manfaat dari suku bunga yang lebih rendah.

“Meskipun masih ada tantangan struktural, kombinasi antara likuiditas yang lebih baik, belanja fiskal yang lebih besar, dan permintaan domestik yang kuat akan menjadi fondasi positif bagi pasar saham Indonesia,” tulis analis Citigroup dalam laporannya.

Namun, di sisi lain, nilai tukar rupiah justru melemah sekitar 3,5% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini, menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Pelemahan ini dipicu oleh ekspektasi penurunan suku bunga, kekhawatiran terhadap independensi Bank Indonesia, serta kecemasan investor terhadap kondisi fiskalpemerintah.

Citigroup memperkirakan, rupiah masih akan tertekan dalam jangka pendek, karena Bank Indonesia lebih fokus mendorong pertumbuhan ekonomi dibanding menjaga stabilitas kurs, sementara neraca perdagangan Indonesia menghadapi tekanan akibat gangguan produksi di tambang Freeport-McMoRan Inc.