
Belem, Brasil – Setelah perundingan alot selama dua minggu, Sidang Pleno COP30 di Belem, Brasil, akhirnya menyepakati seruan untuk memobilisasi setidaknya US$ 1,3 triliun (Rp 21.673 triliun) per tahun pada tahun 2035. Dana ini krusial untuk membiayai aksi iklim global dan menandai langkah maju yang signifikan dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Lebih lanjut, COP30 menggandakan pendanaan untuk adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan mengoperasionalkan dana loss and damage, yang telah disepakati sebelumnya di COP28.
Momentum COP30 tidak berhenti di situ. Dua inisiatif penting diluncurkan: Akselerator Implementasi Global dan Misi Belém untuk 1,5°C. Kedua inisiatif ini dirancang untuk membantu negara-negara mencapai target kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) dan mengimplementasikan rencana adaptasi mereka secara efektif. Dengan kata lain, COP30 menyediakan kerangka kerja dan dukungan yang lebih konkret bagi negara-negara untuk bertindak.
Yang menarik, untuk pertama kalinya, keputusan COP mengakui pentingnya memerangi disinformasi iklim. COP30 berjanji untuk mempromosikan integritas informasi dan melawan narasi-narasi yang merongrong aksi berbasis sains. Pengakuan ini menjadi penting mengingat masifnya penyebaran informasi yang salah mengenai perubahan iklim dan dampaknya terhadap opini publik dan kebijakan.
Menjelang penutupan COP30, Simon Stiell, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, menyatakan optimismenya. “Ekonomi baru sedang bangkit, sementara ekonomi lama yang berpolusi semakin menipis,” ujarnya, setelah perundingan maraton yang berlangsung hingga Sabtu pagi (22/11). Stiell melihat COP30 sebagai titik balik bagi ambisi iklim dan solidaritas global.
Berikut adalah lima poin utama yang dihasilkan di COP30 di Belem, Brasil:
1. Pendanaan Skala Besar: Mobilisasi US$ 1,3 triliun (Rp 21.673 triliun) per tahun pada tahun 2035 untuk aksi iklim yang ambisius.
2. Dorongan Adaptasi: Penggandaan pendanaan adaptasi pada tahun 2025 dan peningkatan tiga kali lipat pada tahun 2035.
3. Dana Loss and Damage: Operasionalisasi dan siklus pengisian ulang dana kerugian dan kerusakan dikonfirmasi. Ini memberikan harapan bagi negara-negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
4. Inisiatif Baru: Peluncuran Akselerator Implementasi Global dan Misi Belém menuju 1,5°C untuk mendorong ambisi dan implementasi yang lebih cepat.
5. Disinformasi Iklim: Komitmen kuat untuk mempromosikan integritas informasi dan melawan narasi palsu yang menghambat aksi iklim.
Meskipun demikian, keputusan akhir COP30 juga menuai kritik. UNFCCC mencatat bahwa keputusan tersebut menekankan solidaritas dan investasi, menetapkan target keuangan yang ambisius, namun pembahasan mengenai transisi energi ditunda. Mengingat bahwa pembakaran bahan bakar fosil adalah penyumbang terbesar pemanasan global, kelalaian ini menjadi perhatian banyak negara dan kelompok masyarakat sipil.
Sebelumnya, terdapat ekspektasi tinggi bahwa keputusan akhir COP30 akan mencakup referensi eksplisit untuk penghapusan bahan bakar fosil. Lebih dari 80 negara bahkan mendukung usulan Brasil untuk sebuah ‘peta jalan penghapusan energi fosil’ formal.
Namun, hasil yang diadopsi hanya merujuk pada ‘Konsensus UEA’, yaitu keputusan COP28 yang menyerukan “transisi dari bahan bakar fosil.” Hal ini dianggap kurang memadai oleh sebagian pihak.
Ilmuwan Brasil, Carlos Nobre, bahkan mengeluarkan peringatan keras sebelum sidang pleno terakhir. “Penggunaan bahan bakar fosil harus turun hingga nol paling lambat antara tahun 2040 dan 2045 untuk menghindari kenaikan suhu yang dahsyat hingga 2,5°C pada pertengahan abad ini,” tegas Nobre. Menurutnya, jika lintasan ini berlanjut, dampaknya akan sangat mengerikan, termasuk hilangnya terumbu karang, runtuhnya hutan hujan Amazon, dan percepatan pencairan lapisan es Greenland.
Dua Peta Jalan Baru
Presiden COP30, André Corrêa do Lago, mengakui adanya kekurangan dalam kesepakatan tersebut. “Kami tahu beberapa dari Anda memiliki ambisi yang lebih besar untuk beberapa isu yang sedang dibahas,” ujarnya.
Menyadari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum muda, untuk aksi yang lebih nyata, Corrêa do Lago mengumumkan rencana untuk membuat dua peta jalan. Peta jalan pertama akan fokus pada penghentian dan pembalikan deforestasi. Sementara peta jalan kedua akan berfokus pada transisi dari bahan bakar fosil secara adil, tertib, dan berkeadilan, dengan mobilisasi sumber daya yang terencana dengan baik.
Jalan Menuju Konsensus
Proses mencapai konsensus di COP30 tidaklah mudah. Kelompok-kelompok masyarakat adat sempat memblokade konferensi untuk menuntut perlindungan yang lebih kuat bagi Amazon. Selain itu, kebakaran di tempat konferensi sempat mengganggu perundingan yang sedang berada di fase kritis.
Para negosiator bekerja sepanjang malam untuk menjembatani kesenjangan keuangan dan ambisi. Kepresidenan Brasil berusaha mengarahkan diskusi menuju hasil yang dapat dilaksanakan secara politis, dengan fokus pada dukungan dan implementasi kesepakatan-kesepakatan dari COP sebelumnya.
Multilateralisme Masih Hidup
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengirimkan pesan yang jelas kepada COP30 dari KTT G20 di Johannesburg, Afrika Selatan. “Di gerbang Amazon, para pihak mencapai kesepakatan yang menunjukkan bahwa negara-negara masih dapat bersatu untuk menghadapi tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh satu negara pun sendirian,” kata Guterres.
Guterres mengakui bahwa COP30 telah menghasilkan kemajuan, seperti peluncuran Akselerator Implementasi Global dan penegasan kembali Konsensus UEA. Namun, ia juga menekankan bahwa COP didasarkan pada konsensus, yang semakin sulit dicapai dalam periode perpecahan geopolitik. “Saya tidak dapat berpura-pura bahwa COP30 telah memberikan semua yang dibutuhkan,” ujarnya.
Guterres mengingatkan bahwa melampaui batas 1,5°C akan menjadi bencana. Ia menyerukan agar dunia mengurangi emisi dengan cepat dan menyediakan pendanaan iklim yang besar-besaran. “COP30 sudah berakhir, tetapi pekerjaannya belum,” tegasnya.
Bertahan di Garis 1,5°C
Simon Stiell menyoroti serangkaian kemajuan besar yang dicapai menjelang penutupan COP30. Kemajuan tersebut mencakup strategi baru untuk mempercepat implementasi Perjanjian Paris, dorongan untuk melipatgandakan pendanaan adaptasi, dan komitmen menuju transisi energi yang adil.
Terlepas dari “perairan geopolitik yang bergejolak,” 194 negara berhasil bersatu. “Mereka menjaga umat manusia dalam perjuangan untuk planet yang layak huni, bertekad untuk bertahan di garis 1,5°C,” kata Stiell.
Inti dari momentum ini adalah hasil unggulan COP30: teks Mutirão, sebuah kesepakatan menyeluruh yang menggabungkan empat jalur negosiasi yang kontroversial. Kesepakatan ini mencakup berbagai isu, mulai dari mitigasi hingga hambatan keuangan dan perdagangan.
Dokumen akhir menyatakan bahwa pergeseran global menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim adalah tidak dapat diubah dan merupakan tren masa depan. Dokumen ini menegaskan kembali bahwa Perjanjian Paris sedang berjalan dan harus melangkah lebih jauh dan lebih cepat dalam memperkuat peran kerja sama iklim multilateral.
Teks tersebut juga mengakui manfaat ekonomi dan sosial dari aksi iklim, seperti pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan akses energi, keamanan, dan kesehatan masyarakat. Stiell menyoroti tren yang menggembirakan: investasi dalam energi terbarukan kini melampaui bahan bakar fosil dua banding satu. “Ini sebuah sinyal politik dan pasar yang tidak dapat diabaikan,” pungkasnya.
Ringkasan
COP30 di Belem, Brasil, menghasilkan kesepakatan untuk memobilisasi US$ 1,3 triliun per tahun pada 2035 untuk aksi iklim global, menggandakan pendanaan adaptasi, dan mengoperasionalkan dana loss and damage. Dua inisiatif penting, Akselerator Implementasi Global dan Misi Belém untuk 1,5°C, diluncurkan untuk membantu negara-negara mencapai target NDC dan mengimplementasikan rencana adaptasi. Selain itu, COP30 mengakui pentingnya memerangi disinformasi iklim.
Meskipun mencapai kemajuan dalam pendanaan dan adaptasi, COP30 dikritik karena menunda pembahasan mengenai transisi energi dari bahan bakar fosil, meskipun ada dukungan dari lebih dari 80 negara untuk peta jalan penghapusan energi fosil. Sebagai respons, Presiden COP30 mengumumkan rencana pembuatan dua peta jalan, satu untuk menghentikan deforestasi dan satu lagi untuk transisi adil dari bahan bakar fosil. Sekretaris Jenderal PBB dan Sekretaris Eksekutif UNFCCC menekankan bahwa pekerjaan belum selesai dan mendesak aksi iklim yang lebih ambisius untuk menjaga peluang mencapai target 1,5°C.