
Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Prospek penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) di Indonesia dinilai semakin terbuka pada 2026.
Perbaikan sentimen global dan prospek pemangkasan suku bunga menjadi pendorong optimisme bahwa minat investor terhadap emiten baru akan kembali meningkat.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai peluang pasar IPO Indonesia pada 2026 tetap kuat, sejalan dengan tren pemulihan ekonomi global.
“Masih prospektif ya untuk 2026, khususnya terkait pasar IPO di Tanah Air, karena minat investor masih akan positif,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (23/11/2025).
Riset Delloite: Malaysia dan Indonesia Pimpin Volume IPO di Asia Tenggara
Menurut Nafan, 2026 menjadi momentum yang relatif kondusif bagi perusahaan yang membutuhkan pendanaan untuk ekspansi. Selain kondisi geopolitik yang cenderung stabil, prospek kebijakan suku bunga global yang bergerak menuju tren penurunan juga dapat memperbaiki appetite investor.
“Tren rate cut juga berlanjut di 2026, kondisi geopolitik kondusif, kondisi makro pun juga kondusif,” jelasnya.
Ia menambahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya telah menetapkan target sekitar 50 perusahaan baru untuk melantai pada tahun depan. Meski begitu, ia menegaskan pentingnya kualitas calon emiten.
“Tidak terlalu overwhelming, kualitas ini harus diperhatikan. Kapitalisasi juga harus memadai, free float sesuai kriteria bursa. Kualitas penting, misalnya governance, likuiditas, reputasi. Itu benefit sekali untuk menarik minat investor,” kata Nafan.
Dari sisi sektor, Nafan menyampaikan bahwa sektor yang cukup dominan dalam IPO beberapa tahun terakhir masih berasal dari energi, properti, dan konsumer.
Ada Kabar Merger GOTO dan IPO Anak Usaha EMTK, Cek Prospek Sektor Teknologi di 2026
Menurutnya, ketiga sektor tersebut tetap berpeluang mengisi pipeline IPO pada tahun depan, mengikuti pola yang terjadi di 2025. “Di tahun 2025 saja terdapat energi, properti, konsumen yang paling banyak IPO,” ujarnya.
Meski peluang terbuka, sejumlah risiko tetap perlu dicermati, seperti volatilitas pasar, arah kebijakan suku bunga BI, serta dinamika geopolitik global. “Volatilitas IHSG dan arah kebijakan suku bunga bisa memengaruhi minat IPO,” katanya.
Prospek positif Indonesia turut sejalan dengan riset terbaru Deloitte tanggal 18/11/2025 yang menyebutkan bahwa pasar IPO Asia Tenggara mulai menunjukkan pemulihan sepanjang 2025. Meski jumlah IPO lebih sedikit, total dana yang dihimpun justru melonjak.
Dalam 10,5 bulan pertama 2025, enam bursa utama Asia Tenggara mencatat 102 IPO dengan total dana US$5,6 miliar, naik 53% dibanding 2024. Empat negara, yakni Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam, menyumbang lebih dari 83% total dana IPO regional.
Singapura menjadi pemimpin dari sisi nilai penghimpunan dana, sementara Malaysia memimpin dari sisi jumlah IPO.
Barito Pacific (BRPT) Tegaskan Belum Punya Rencana Boyong Griya Idola Untuk IPO
Lonjakan dana IPO regional turut didorong beberapa aksi jumbo dari sektor real estate, jasa keuangan, dan consumer, dengan rata-rata ukuran penawaran meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Deloitte memperkirakan minat investor tetap sehat pada 2026, didorong kemunculan peluang baru, meningkatnya ketahanan emiten, serta masuknya investor private equity yang memperkuat aliran modal.
Nafan melihat bahwa daya tarik Indonesia dibanding negara ASEAN lain tetap besar, terutama karena ukuran pasar domestik, basis investor ritel yang aktif, serta pipeline sektor yang relatif beragam. “Minat investor masih akan positif,” ujarnya singkat.
Dengan kondisi global yang membaik, potensi pemangkasan suku bunga, serta pipeline yang relatif kuat, prospek pasar IPO Indonesia pada 2026 dinilai berada dalam jalur positif, meskipun selektivitas investor diperkirakan tetap tinggi.