Dolar AS Melesat Pasca FOMC: Peluang atau Ancaman?

Ussindonesia.co.id  JAKARTA. Indeks dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan kekuatan signifikan dengan menguat selama tiga sesi berturut-turut, menembus mendekati level 99,8 pada hari Jumat (31/10). Capaian ini menandai level tertingginya sejak awal Agustus, dan diproyeksikan akan menutup bulan Oktober dengan kenaikan substansial sekitar 1,8%.

Momentum penguatan indeks dolar ini utamanya didorong oleh sinyal kebijakan yang lebih hawkish dari The Federal Reserve (The Fed). Meskipun bank sentral AS tersebut akhirnya melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) yang telah lama dinanti, Ketua Fed, Jerome Powell, secara tegas menyatakan bahwa kepastian pemangkasan suku bunga lanjutan pada bulan Desember belum dapat dipastikan. Pernyataan ini berhasil meredam ekspektasi pasar yang sebelumnya agresif.

Akibat penekanan Powell, peluang tersirat untuk pemangkasan suku bunga berikutnya pada bulan Desember mengalami penurunan tajam. Angka probabilitas merosot menjadi sekitar 63% dari perkiraan 90% sebelum pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Hal ini mencerminkan respons pasar yang cepat terhadap nada kebijakan The Fed yang lebih berhati-hati.

Di sisi lain, perkembangan positif datang dari arena hubungan internasional. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping membuahkan kesepakatan penting. Amerika Serikat sepakat untuk menurunkan tarif pada barang-barang Tiongkok, sementara Tiongkok berkomitmen untuk mengekang ekspor fentanil, meningkatkan pembelian kedelai dari AS, dan menangguhkan sementara pembatasan ekspor tanah jarang. Kesepakatan ini memberikan angin segar di tengah ketegangan perang dagang yang sebelumnya mencuat.

Namun, kondisi politik domestik AS masih menyisakan ketidakpastian. Penutupan pemerintah AS yang berkepanjangan terus berlanjut tanpa tanda-tanda penyelesaian. Situasi ini berdampak langsung pada penundaan rilis data ekonomi utama AS, menciptakan potensi volatilitas di pasar.

Dalam konteks global, dolar AS menunjukkan kinerja impresif terhadap mata uang utama lainnya. Tercatat, dolar AS menguat sekitar 4% terhadap yen Jepang (JPY), terutama setelah terpilihnya Perdana Menteri Jepang Takaichi. Lebih lanjut, dolar AS juga menunjukkan kenaikan sekitar 2% terhadap poundsterling (GBP) dan melonjak 1,4% terhadap euro (EUR), menegaskan dominasinya di pasar valuta asing.

Ringkasan

Indeks dolar AS menguat signifikan selama tiga sesi berturut-turut, mencapai level tertinggi sejak awal Agustus dan diproyeksikan akan menutup bulan Oktober dengan kenaikan substansial. Penguatan ini didorong oleh sinyal kebijakan The Fed yang lebih hawkish, meskipun telah melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin. Ketua Fed, Jerome Powell, menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga lanjutan di bulan Desember belum dapat dipastikan, meredam ekspektasi pasar.

Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menghasilkan kesepakatan penurunan tarif pada barang-barang Tiongkok. Sementara itu, penutupan pemerintah AS yang berkepanjangan terus berlanjut, menunda rilis data ekonomi utama AS. Dolar AS menunjukkan kinerja impresif terhadap mata uang utama lainnya, termasuk yen Jepang, poundsterling, dan euro.