Ekonom nilai BI cenderung pertahankan suku bunga, tergantung stabilitas rupiah

Sejumlah ekonom memproyeksi arah suku bunga Bank Indonesia (BI rate) akan bergantung pada pergerakan rupiah. BI akan mengumumkan besaran suku bunga pada Rabu (17/12).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, secara fundamental ruang penurunan suku bunga sebenarnya masih terbuka. Dari eksternal, kebijakan moneter global memberikan dukungan melalui pemotongan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) serta sikap yang cenderung dovish pada pertemuan FOMC Desember 2025.

Dari dalam negeri, inflasi yang tetap terjaga dalam sasaran BI serta surplus perdagangan yang berlanjut, menjadi bantalan bagi pelonggaran kebijakan.

Namun, kondisi pasar keuangan global dinilai masih rapuh. Sikap investor global yang cenderung risk-off dan memilih wait-and-see berdampak pada arus modal serta pergerakan Rupiah yang masih bergerak sideways. Tekanan juga datang dari pelemahan data ekonomi kawasan Asia Pasifik, terutama Tiongkok, yang meningkatkan risiko terhadap outlook ekonomi regional meski fundamental Indonesia dinilai masih solid.

Di sisi lain, faktor domestik turut menambah kehati-hatian investor. Risiko pelebaran defisit fiskal di tengah agenda pro-pertumbuhan, serta perubahan regulasi di akhir tahun, termasuk aturan terkait DHE SDA dinilai meningkatkan ketidakpastian dan membuat investor global semakin berhati-hati. Kondisi ini menjadi tantangan bagi BI dalam menakar risiko dan menentukan arah kebijakan. Dalam konteks tersebut, Josua menegaskan kecenderungan BI untuk menahan suku bunga.

“Kami memprediksi BI akan cenderung mempertahankan BI-rate pada level 4,75 persen pada pertemuan RDG bulan Desember 2025,” kata Josua kepada kumparan, Selasa (16/12).

Meski demikian, ia membuka peluang perubahan arah jika kondisi nilai tukar membaik signifikan. Menurutnya, jika rupiah pada esok hari menguat, Ada kemungkinan bi untuk memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen.

“Saat ini, kami melihat risiko pada sisi stabilitas rupiah lebih mendominasi sehingga BI-rate kemungkinan besar akan ditahan. Namun, jika menjelang pengumuman hasil RDG, kondisi rupiah mampu berbalik arah secara signifikan, maka bisa saja BI kembali shifting dari stance menjaga stabilitas dalam jangka pendek menjadi kembali ke pro-pertumbuhan dan memotong BI-rate 25 bps menjadi 4,50 persen,” jelasnya.

Sementara Ekonom Maybank, Myrdal Gunarto, melihat peluang pemangkasan suku bunga masih ada dengan catatan stabilitas rupiah terjaga.

“Kalau menurut saya sejauh ini masih cut rate. walaupun bisa jadi ada kejutan kalau rupiah break di atas Rp 16.700. tapi sejauh ini masih cut rate, kecuali rupiah melemah, kemungkinan enggak,” kata Myrdal.

Saat ini, BI rate berada di level 4,75 persen. Hasil RDG Desember akan menjadi penentu arah kebijakan moneter di akhir tahun, di tengah kombinasi peluang pelonggaran dan risiko stabilitas yang masih membayangi pasar.