KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar keuangan global kembali dihebohkan dengan capaian historis harga emas dunia yang sukses mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah (all time high/ATH). Fenomena ini sontak memicu pertanyaan krusial di kalangan investor dan pengamat: apakah tren penguatan logam mulia ini akan terus berlanjut atau justru berpotensi mengalami koreksi di tengah gejolak ketidakpastian global?
Menanggapi dinamika tersebut, Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengemukakan pandangannya. Menurut Lukman, meski koreksi harga emas merupakan hal yang wajar terjadi dalam siklus pasar, tren utama harga emas justru akan tetap cenderung menguat. “Koreksi bisa saja terjadi, tetapi harga emas masih akan terus naik. Fundamental yang menopang emas masih sangat kuat,” tegas Lukman kepada KONTAN, Minggu (7/9/2025).
Berbagai sentimen kuat menjadi pendorong utama di balik reli emas yang impresif ini. Salah satunya adalah faktor klasik yang tak lekang oleh waktu, yakni permintaan tinggi dari bank sentral global yang terus berupaya mendiversifikasi cadangan devisa mereka, menjauh dari dominasi dolar AS. Selain itu, belakangan ini muncul kombinasi faktor-faktor baru yang semakin memperkuat posisi emas sebagai aset aman (safe haven) favorit.
Lemahnya data ekonomi di Amerika Serikat, terutama pada sektor tenaga kerja, telah mendorong Federal Reserve (The Fed) untuk melontarkan serangkaian pernyataan yang cenderung dovish. Kebijakan ini secara tidak langsung menekan nilai dolar AS dan menciptakan ruang yang kondusif bagi harga emas untuk terus merangkak naik. Bersamaan dengan itu, krisis kepercayaan investor terhadap obligasi pemerintah di beberapa negara akibat kekhawatiran defisit fiskal dan utang yang membengkak, semakin mempertebal minat terhadap aset-aset yang dianggap paling aman seperti emas.
“Hal-hal itu membantu emas kembali mencapai ATH baru,” jelas Lukman, menegaskan bahwa serangkaian faktor makroekonomi inilah yang menjadi katalis utama kenaikan harga emas dunia.
Lukman optimis bahwa reli harga emas bukan sekadar fenomena sesaat. Ia memprediksi bahwa tren penguatan emas ini masih berpeluang besar untuk berlanjut hingga akhir tahun 2025. Proyeksi Lukman menunjukkan bahwa harga emas global berpotensi menyentuh kisaran US$ 3.700–US$ 3.800 per troy ounce pada penutupan tahun ini. Dengan asumsi kurs rupiah saat ini, harga emas Antam diperkirakan akan bergerak di rentang Rp2,157 juta–Rp2,197 juta per gram. Bahkan, untuk tahun berikutnya, ia memproyeksikan potensi kenaikan yang lebih fantastis, “Bahkan tahun depan (2026) berpotensi menembus US$4.000 hingga US$ 5.000 per troy ounce,” paparnya.
Bagi para investor, Lukman menyarankan strategi yang tepat di tengah prospek cerah ini. Investor yang sudah memiliki investasi emas dianjurkan untuk tetap mempertahankan kepemilikannya. Jika memungkinkan, penambahan posisi disarankan saat terjadi koreksi harga emas. Untuk jangka pendek hingga menengah, emas diperkirakan akan melanjutkan penguatan menuju level US$ 3.800, sementara target jangka panjang dipatok di kisaran US$ 4.000–US$ 5.000.
“Strategi dollar cost averaging (DCA) masih sangat ideal di tengah tren reli harga ini,” tutup Lukman. Ia menjelaskan bahwa dengan membeli emas secara bertahap, baik saat harga naik maupun turun, investor dapat meminimalisir risiko terjebak di harga tinggi atau kehilangan momentum. Pendekatan ini memungkinkan investor untuk mengakumulasi emas dengan biaya rata-rata yang optimal, sejalan dengan proyeksi harga emas yang terus menguat.
Ringkasan
Harga emas dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, memicu pertanyaan tentang kelanjutan tren ini. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, meyakini tren utama harga emas akan tetap menguat, didukung fundamental yang kuat seperti permintaan dari bank sentral dan faktor-faktor baru yang memperkuat posisinya sebagai aset aman.
Lukman memproyeksikan harga emas global berpotensi mencapai US$ 3.700–US$ 3.800 per troy ounce pada akhir tahun 2025, dan bahkan menembus US$ 4.000 hingga US$ 5.000 per troy ounce pada tahun 2026. Ia menyarankan investor untuk tetap mempertahankan investasi emas dan menambah posisi saat terjadi koreksi, serta merekomendasikan strategi dollar cost averaging (DCA) untuk meminimalisir risiko.