Ussindonesia.co.id JAKARTA. Pasar komoditas energi global, khususnya gas alam dan batubara, masih berada dalam cengkeraman tekanan yang kuat. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh melimpahnya pasokan di tingkat global, menciptakan tren pelemahan harga yang berkelanjutan pada kedua komoditas vital ini.
Berdasarkan data terbaru dari Trading Economics pada Jumat (29/8/2025) pukul 14.36 WIB, harga gas alam tercatat di level US$ 2,9725/MMBTu. Meski menunjukkan kenaikan harian sebesar 0,97%, angka ini masih mencerminkan penurunan signifikan 2,38% dalam sebulan terakhir. Sementara itu, harga batubara juga tak luput dari koreksi, berada di US$ 109,55 per ton, melemah 1,79% secara harian dan terkoreksi lebih dalam 5,15% dalam periode bulanan.
Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menggarisbawahi bahwa tren pelemahan yang terjadi pada kedua komoditas energi ini masih didominasi oleh isu oversupply atau kelebihan pasokan. Faktor ini menjadi penentu utama yang menahan laju kenaikan harga.
Lukman menjelaskan, permintaan terhadap gas alam memiliki sifat musiman yang sangat kuat. Saat ini, melemahnya permintaan disebabkan oleh kondisi musim panas di Amerika Utara yang relatif lebih sejuk dari biasanya, sehingga kebutuhan akan energi untuk pendinginan berkurang drastis.
Untuk batubara, Lukman memaparkan bahwa harga idealnya memang diharapkan bertahan di bawah US$ 120 per ton. Hal ini sejalan dengan kebijakan strategis pemerintah China yang secara aktif berupaya menekan permintaan guna mengatasi masalah kelebihan kapasitas produksi yang serius di negaranya.
Ke depan, pasar energi global diproyeksikan masih akan dibayangi oleh serangkaian sentimen krusial yang dapat memengaruhi pergerakan harga. Salah satu yang paling utama adalah perkembangan pembahasan tarif perdagangan antara China dan Amerika Serikat (AS). Konflik tarif tersebut telah terbukti menekan ekspor China ke AS, yang pada gilirannya memperburuk kondisi kelebihan kapasitas manufaktur di Negeri Tirai Bambu.
Selain itu, potensi kemunculan fenomena La Niña di Australia juga menjadi faktor yang patut dicermati, mengingat dampaknya yang dapat mengganggu produksi dan pasokan batubara dari salah satu eksportir terbesar dunia tersebut. Sentimen umum lainnya, seperti arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan dinamika pergerakan dolar AS, juga senantiasa menjadi penentu penting dalam fluktuasi harga komoditas energi.
Mengacu pada analisisnya, Lukman memperkirakan bahwa hingga akhir tahun 2025, harga batubara akan bergerak dalam rentang yang lebih rendah, yakni di kisaran US$ 90–100 per ton. Sementara itu, untuk gas alam, pergerakan harganya akan sangat bergantung pada datangnya musim dingin di belahan bumi utara, yang secara alami berpotensi memicu peningkatan permintaan secara signifikan.
“Menjelang akhir tahun, harga gas alam diperkirakan bisa berada di kisaran US$ 3,1 – US$ 3,3/MMBTu,” pungkas Lukman Leong, memberikan gambaran prospek harga energi bagi pelaku pasar.