IHSG diproyeksi konsolidasi pada akhir 2025, ini strategi jelang awal 2026

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan konsolidasi pada dua hari perdagangan terakhir tahun 2025. Meski aksi ambil untung masih membayangi seiring berakhirnya momentum window dressing, minat beli di level bawah dinilai masih terjaga.

Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, menilai tekanan jual yang terjadi saat ini lebih bersifat teknikal dan musiman, bukan mencerminkan perubahan sentimen fundamental pasar. Hal itu tercermin dari rebound IHSG yang menunjukkan adanya respons beli di area support.

“Dalam dua hari perdagangan terakhir 2025, IHSG cenderung bergerak fluktuatif dengan bias konsolidasi. Selama indeks mampu bertahan di atas support kunci 8.611, peluang penutupan positif tetap terbuka dengan target resistance terdekat di kisaran 8.729–8.776,” ujar Sukarno kepada Kontan, Senin (29/12/2025).

IHSG Berpeluang Lanjut Menguat pada Selasa (30/12), Cek Rekomendasi Saham Berikut

Ia menambahkan, hingga penutupan perdagangan akhir tahun, IHSG masih berpeluang bertahan di area 8.500 ke atas, selama tidak kembali turun menembus level support tersebut. Jika support 8.611 mampu dipertahankan, indeks berpotensi kembali menguji area resistance dalam jangka sangat pendek.

“Sebaliknya, jika IHSG turun di bawah 8.611, maka ruang konsolidasi yang lebih dalam bisa terbuka. Namun, untuk saat ini, skenario tersebut belum menjadi yang dominan,” jelasnya.

Terkait strategi, Sukarno menilai fase akhir tahun lebih tepat dimanfaatkan investor untuk menata portofolio ketimbang mengejar kenaikan harga.

Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Perdagangan Akhir 2025, Selasa (30/12)

Mengamankan keuntungan pada saham yang telah naik signifikan dinilai wajar, sementara koreksi terbatas dapat dimanfaatkan untuk akumulasi selektif saham berkapitalisasi besar dengan fundamental kuat sebagai bekal memasuki 2026.

“Peluang technical rebound masih ada, tetapi investor perlu disiplin dalam manajemen risiko dan stop loss. Ini bukan fase agresif, melainkan fase pengelolaan risiko menjelang awal tahun baru,” tutup Sukarno.