Kinerja emiten properti melesat sepanjang 2025, begini prospeknya di tahun 2026

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Kinerja saham emiten sektor properti terpantau menguat sepanjang tahun 2025. Sayangnya, kenaikan saham emiten properti di tahun ini tak sepenuhnya mencerminkan kinerja fundamental para emiten.

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 29 Desember 2025, IDX Properties & Real Estate sudah naik 54,41% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Sebagai perbandingan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 22,1% YTD.

Senior Analyst Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas melihat, kinerja IDX Properties & Real Estate melesat sejak awal tahun dan bahkan jauh mengungguli IHSG, terutama didorong penurunan suku bunga BI sebanyak lima kali. 

Saat ini, suku bunga BI ada di level 4,75%. Hal tersebut pun dinilai memicu rerating untuk saham emiten sektor properti. 

Simak Rekomendasi Teknikal Saham BBTN, TOBA, ENRG untuk Selasa (30/12)

Penurunan suku bunga BI mendorong cost of fund (CoF) turun, minat KPR membaik, dan dana pasar berotasi ke saham beta tinggi yang sebelumnya tertinggal. 

Sukarno melihat, efek low base membuat banyak saham lapis dua sampai tiga melonjak ratusan persen. “Kondisi itu pun diperkuat sentimen restrukturisasi utang, proyek baru, dan aksi korporasi, meskipun belum sepenuhnya tercermin di laba,” ujarnya kepada Kontan, Senin (29/12).

Sejumlah emiten properti pun mampu menjadi 10 besar top gainers sepanjang tahun 2025. Tengok saja, ada PT Trimitra Prawara Goldland Tbk (ATAP) dan PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) yang naik masing-masing 2.120% dan 1.707,02% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Lalu, PT Trinitri Dinamik Tbk (TRUE) naik 1.023% YTD, PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE) naik 775,61% YTD, PT Repower Asia Indonesia Tbk (REAL) naik 737,5% YTD, PT Perintis Triniti Properti Tbk (TRIN) naik 837,5% YTD.

Kemudian, saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) naik 525% YTD, PT Pakuan Tbk (UANG) naik 525,85% YTD, PT Rockfields Properti Indonesia Tbk (ROCK) naik 495,32% YTD, PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO) naik 469,31% YTD, dan PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) naik 109,38% YTD. 

Namun, Sukarno menilai, pergerakan mereka lebih didorong momentum dan spekulasi akibat free float kecil dan likuiditas tipis. 

“Secara valuasi, mayoritas emiten properti sudah ahead of fundamentals, sementara emiten besar relatif lebih rasional,” ungkapnya.

Tidak Mencerminkan Fundamental

Analis Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan mengatakan, kenaikan IDXPROPERT sepanjang tahun 2025 terutama dipicu oleh penurunan suku bunga BI yang agresif sepanjang 2025, sehingga sentimen ke sektor properti membaik.

Suku bunga yang lebih rendah dinilai meningkatkan daya beli KPR dan ekspektasi pemulihan penjualan properti. 

“Selain itu, terjadi rotasi dana dari sektor yang sudah mahal ke saham-saham properti yang sebelumnya tertinggal,” ujarnya kepada Kontan, Senin (29/12).

IHSG Diproyeksi Konsolidasi pada Akhir 2025, Ini Strategi Jelang Awal 2026

Namun, kenaikan indeks juga tidak sepenuhnya mencerminkan fundamental semua emiten. Sebab, beberapa saham properti berkapitalisasi kecil melonjak sangat tinggi dan ikut mendongkrak indeks, meski valuasinya sudah tergolong mahal.

“Sementara itu, saham properti besar seperti PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) naik lebih sehat, karena didukung prospek penjualan dan neraca yang relatif kuat,” kata David.

Prospek dan Rekomendasi

Di tahun 2026, kata David, sektor properti masih punya prospek positif, tetapi lajunya kemungkinan tidak sekencang tahun 2025. Sentimen positif datang dari potensi lanjutan suku bunga rendah dan insentif properti dari pemerintah. 

“Namun, risiko tetap ada, seperti daya beli yang belum pulih sepenuhnya dan valuasi saham tertentu yang sudah tinggi,” ungkapnya.

Emiten properti besar dengan proyek berjalan dan penjualan stabil berpotensi tetap jadi penopang sektor ditahun depan

“Saham-saham spekulatif berisiko mengalami koreksi jika kinerja tidak menyusul kenaikan harga,” tuturnya.

Untuk sektor properti, saham CTRA, BSDE, dan SMRA masih relatif menarik, karena fundamentalnya lebih kuat dan valuasinya lebih rasional dibanding emiten kecil. 

ARPU Bisa Jadi Katalis, Simak Rekomendasi Saham Telkom (TLKM)

David mengatakan, strategi yang disarankan untuk investor adalah akumulasi bertahap saat koreksi. “Belum ada target harga tertentu, tetapi valuasinya memang menarik secara historis,” katanya.

Senada, Sukarno berpandangan, sektor properti masih berpeluang tumbuh di tahun seiring suku bunga rendah bertahan, potensi insentif, dan pemulihan pendapatan prapenjualan alias marketing sales. 

Namun laju kinerja IDX Properties & Real Estate tidak akan sekencang tahun 2025, karena valuasi saham yang sudah tinggi dan ada risiko profit taking meningkat.

“Pasar cenderung beralih dari saham spekulatif ke emiten dengan neraca sehat dan arus kas nyata,” ungkapnya.

Sukarno pun merekomendasikan beli untuk saham BSDE dengan target harga Rp 1.100 – Rp 1.150 per saham, saham PWON Rp 400 – Rp 420 per saham. Lalu, saham CTRA dengan target harga Rp 1.000 – Rp 1.100 per saham, dan saham SMRA dengan target harga Rp 450 – Rp 480 per saham. 

“Saham-saham tersebut diperdagangkan dengan price to book value (PBV) di bawah 1x dan price to earning ratio (PER) di bawah 15x. Itu tergolong undervalued,” tuturnya.

Analis Teknikal Phillip Sekuritas Indonesia Joshua Marcius melihat, pergerakan saham CTRA berpotensi melanjutkan penurunan ke level support di Rp 790 per saham, selama bergerak di bawah area resistance Rp 900 per saham. 

Sebab, tren saham CTRA masih bergerak di bawah dynamic resistance EMA34 dan breakdown yang terjadi hari ini. “Rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk CTRA adalah wait and see,” katanya kepada Kontan, Senin (29/12/2025).

Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Perdagangan Akhir 2025, Selasa (30/12)