JP Morgan Indonesia optimistis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan mengakhiri tahun 2025 di kisaran 7.500 hingga 8.000. Proyeksi ambisius ini datang saat IHSG menutup perdagangan Kamis (4/9) di level 7.867,35, menunjukkan potensi kenaikan signifikan dari posisi saat ini.
Namun, perjalanan menuju target tersebut diperkirakan tidak mulus di awal. Henry Wibowo, Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Indonesia, menjelaskan bahwa semester pertama tahun 2025 akan diwarnai oleh gejolak volatilitas tinggi, terutama dipicu oleh faktor eksternal seperti ketidakpastian perdagangan global dan potensi pelemahan nilai tukar mata uang.
Kendati demikian, JP Morgan mempertahankan pandangan positifnya terhadap prospek pasar modal di semester kedua 2025, bahkan lebih cerah lagi memasuki tahun 2026. Katalis utama yang diidentifikasi adalah kenaikan belanja pemerintah yang signifikan. “Ketika belanja pemerintah naik di semester dua 2025 dan juga 2026, kami berharap konsumsi domestik juga naik dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” jelas Henry dalam konferensi pers yang sama pada Kamis (4/9).
Di tengah dinamika tersebut, valuasi IHSG disebut-sebut sebagai yang paling atraktif di kawasan Asia Pasifik. JP Morgan mencatat, posisi IHSG saat ini diperdagangkan pada kelipatan 12 kali rasio harga terhadap laba (Price Earning Ratio/PER), yang berada di level minus 2 standar deviasi dari rata-rata 10 tahun terakhir. Angka ini mengindikasikan bahwa pasar saham Indonesia undervalued.
Henry Wibowo juga menyoroti bahwa laporan kinerja emiten pada kuartal kedua 2025 secara umum mengonfirmasi kelemahan yang telah diprediksi pasar, dan hal ini telah tercermin dalam pergerakan harga saham. JP Morgan Indonesia memproyeksikan Earning Per Share (EPS) emiten akan mengalami kontraksi sebesar 5% pada akhir tahun 2024. Namun, pemulihan signifikan diharapkan terjadi pada tahun 2026, dengan pertumbuhan EPS diproyeksikan mencapai kisaran 5% hingga 10%.
Pemulihan EPS ini diyakini akan didorong oleh siklus pelonggaran moneter (monetary easing cycle), di mana tren pergerakan suku bunga cenderung menurun. “Kami memproyeksikan Bank Indonesia masih akan menurunkan suku bunga acuan hingga 4,25%,” ungkap Henry, memberikan gambaran jelas mengenai arah kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Henry menegaskan bahwa keberhasilan pemerintah dalam merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, dengan target pertumbuhan PDB sebesar 5% dan disiplin fiskal yang kuat, akan memberikan dampak yang sangat positif bagi perekonomian nasional dan pasar modal Indonesia.
Melihat berbagai potensi ini, JP Morgan Sekuritas Indonesia merekomendasikan beberapa sektor pilihan untuk investasi saham. Sektor konsumer menjadi favorit utama, didukung oleh prospek peningkatan konsumsi domestik yang kuat. Selain itu, sektor pertambangan dan metal juga menarik perhatian, khususnya yang berkaitan dengan komoditas strategis seperti emas dan nikel.
Tak ketinggalan, sektor-sektor yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga juga masuk dalam daftar rekomendasi, mengingat potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Pilihan JP Morgan Sekuritas Indonesia jatuh pada sektor properti dan otomotif, yang diperkirakan akan diuntungkan dari kebijakan moneter yang lebih longgar.