
Ussindonesia.co.id – JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 1,3 triliun pada kuartal III-2025. Nilai ini dicatat menurun 50% secara kuartalan (QoQ) tetapi dicatat naik 96% secara tahunan (YoY).
Penurunan laba di kuartal III-2025 salah satunya disebabkan oleh melemahnya segmen logam mulia. Andreas Yordan Tarigan Analis Sucor Sekuritas menyebut segmen logam mulia hanya mencatat EBITDA sebesar Rp 0,7 triliun atau turun 52% QoQ dan turun 40% YoY. Dicatat volume penjualan emas turun tajam menjadi 4,900 ton pada kuartal III-2025, ini turun 61% secara YoY menurun 69% secara QoQ.
“Volume penjualan emas turun tajam menjadi 4,900 ton pada kuartal III 2025 akibat insiden luapan lumpur di tambang Grasberg Block Cave,” terang Andreas dalam risetnya, Rabu (30/10/2025).
Meski demikian, total penjualan emas selama 9 bulan 2025 masih mencapai 34,2 ribu ton atau naik 20% YoY, didukung oleh harga jual rata-rata (ASP) yang lebih tinggi, yaitu US$ 3.200 per ons troi.
Kuota SBN Ritel Terakhir di 2025 Sebesar Rp 10 Triliun, Cek Besaran Kuponnya
Abida Massi Armand Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas pun sepakat. Dia menilai bahwa bahwa penurunan tajam volume emas pada kuartal III 2025 memang sangat dipengaruhi oleh insiden longsor di tambang Grasberg.
Menurutnya, kecelakaan yang terjadi pada awal September 2025 ini mengganggu operasi produksi konsentrat Freeport Indonesia, pemasok utama emas murni bagi ANTM. Sehingga gangguan tersebut memicu kekurangan pasokan sehingga volume penjualan emas ANTM anjlok.
Namun selain itu, lanjut Abida, faktor internal juga berperan. ANTM melakukan revisi panduan operasional dengan menurunkan target penjualan emas bulanan mereka, lebih rendah dari semester I, serta memprioritaskan penjualan domestik.
“Dengan demikian, penurunan kinerja emas di Q3 merupakan kombinasi antara gangguan pasokan eksternal dari tambang Grasberg dan kebijakan konservatif internal,” jelas Abida kepada Kontan, Senin (10/11/2025).
Namun, bisnis nikel, ANTM kembali menunjukkan kinerja yang solid. Harga jual rata-rata (ASP) bijih nikel naik menjadi US$ 56,7 per wmt, dibanding US$ 54,3 di kuartal II-2025. Secara kumulatif, ASP selama 9 bulan pertama 2025 mencapai US$ 51,8.
Soal ini, Andhika Audrey Analis Panin Sekuritas menyebut, perkembangan signifikan dari segmen Nikel khususnya Nikel ore yang mencatatkan peningkatan porsi yakni 15,5% dari total revenue. Capaian positif segmen Nikel ini ditopang oleh permintaan domestik yang kuat serta kualitas dan spesifikasi bijih nikel milik Perseroan yang dapat memenuhi permintaan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
“Namun, nyatanya lonjakan penjualan dari nickel ore serta bauksit belum mampu menutupi penurunan penjualan dari segmen emas. Alhasil laba bersih Perseroan pada kuartal III turun,” terang Andhika.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Benny Kurniawan Equity Research Analyst JP Morgan Indonesia. Menurutnya, kemungkinan tren harga bijih nikel di kuartal IV akan sejalan dengan kuartal III, sehingga realisasi harga rata-rata tahun 2025 bisa jadi lebih tinggi dari perkiraan awal.
“Sebelumnya, analis memperkirakan penurunan volume akan menekan margin di segmen pemurnian emas, namun hasilnya justru lebih baik. Untuk bisnis nikel, ANTM kembali menunjukkan kinerja yang solid,” jelas Benny.
Sementara itu, secara konsolidasi total laba bersih sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025 ini dibukukan ANTM sebesar Rp 5,9 triliun. Naik 171,41% YoY bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024 sebesar Rp 2,2 triliun.
Terang Abida, kinerja ANTM sepanjang hingga September 2025 ditopang oleh kenaikan tajam harga komoditas emas dan efisiensi biaya yang signifikan. Emas menjadi kontributor utama dengan porsi 81% dari total penjualan, didorong oleh lonjakan harga jual rata-rata (ASP) seiring ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global.
Kenaikan ASP emas dan nikel dinilai menciptakan margin kotor tinggi di paruh pertama tahun, yang kemudian berperan sebagai penyangga terhadap penurunan volume di kuartal III. Kemudian, meski volume penjualan emas menurun, margin laba usaha justru membaik menjadi 7,6% di kuartal III.
“Secara keseluruhan, kombinasi harga komoditas yang menguntungkan dan pengelolaan keuangan yang hati-hati menjadi pendorong utama kinerja impresif ANTM hingga Q3 2025,” lanjutnya.
Menurut Abida, prospek harga emas masih menjadi katalis utama bagi kinerja ANTM ke depan. Harga emas diperkirakan tetap tinggi di kisaran US$ 3.300 – US$ 3.400 ons troi hingga 2026 karena kondisi makro yang tidak menentu dan meningkatnya permintaan aset lindung nilai.
Selain itu, proyek hilirisasi ANTM seperti pembangunan smelter nikel RKEF di Halmahera Timur akan menjadi sumber pertumbuhan jangka menengah.
Namun, risiko regulasi menjadi perhatian besar. Mulai 2026, pemerintah mengembalikan siklus Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) menjadi tahunan, yang berpotensi menimbulkan keterlambatan izin operasi dan gangguan target produksi.
Kombinasi antara ketidakpastian RKAB dan tekanan harga nikel global membuat investor perlu lebih selektif dan memperhatikan kecepatan pemulihan pasokan emas pasca-insiden Grasberg.
Rekomendasi saham
Dengan sentimen-sentimen di atas, Andreas merekomendasikan investor untuk hold saham ANTM dengan target harga Rp 3.200, berdasarkan valuasi discounted cash flow (DCF). Kemudian Benny merekomendasikan untuk overweight saham ANTM dengan target harga Rp 3.700 per saham.
Ada pun Abida rekomendasi beli untuk saham ANTM dengan target harga Rp 4.100 per saham. Andhika juga merekomendasikan investor untuk beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.900 karena dia masih melihat tren positif untuk harga emas.
IHSG Melemah Tipis Hari Ini, Simak Proyeksinya Untuk Besok, Selasa (11/10)