
Ussindonesia.co.id JAKARTA — Dana global kembali mengalir ke pasar saham Indonesia seiring membaiknya sentimen terhadap prospek ekonomi domestik. Investor asing mencatat pembelian bersih saham senilai US$782 juta (sekitar Rp1,3 triliun) pada Oktober 2025. Jumlah dana milik investor asing ini menjadi arus masuk bulanan terbesar dalam lebih dari satu tahun, setelah sebelumnya mencatat penjualan bersih pada September.
Data Bloomberg pada Senin (3/11/2025) menunjukkan indeks acuan saham Indonesia telah naik lebih dari 38% dari posisi terendah pada April. Pelaku pasar menilai bauran stimulus fiskal serta stabilitas ekonomi turut menopang optimisme.
“Investor asing kembali secara selektif, berfokus pada saham-saham likuid dengan katalis struktural,” kata Tareck Horchani, kepala divisi broker utama di Maybank Securities di Singapura.
: Bursa Saham 3 November, Simak Rekomendasi dan Pergerakan IHSG Hari Ini
Maybank memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan tetap stabil seiring stimulus pemerintah yang menopang konsumsi.
IHSG. – TradingView
Arus modal masuk ke Indonesia terjadi ketika pasar India justru mencatat arus keluar terbesar secara bulanan pada Oktober. Ketidakpastian kebijakan ekspor, arah penurunan suku bunga Federal Reserve, dan intervensi nilai tukar menekan sentimen di pasar keuangan India.
: : Adu Kinerja KFC Salim (FAST) dan Pizza Hut Alwin Arifin (PZZA) Saat Pangkas Gerai
Arus keluar membuat Rupee India kembali mendekati titik terendah barunya, dengan intervensi terkini bank sentral yang hanya memberikan sedikit kelonggaran bagi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia tahun ini. Rupee melemah untuk sesi ketiga berturut-turut pada Senin (3/11) ke level 88,79 per dolar AS.
Ketidakpastian kebijakan turut menahan penguatan mata uang tersebut meskipun Bank Sentral India menjual dolar dalam jumlah besar bulan lalu. “Terlepas dari intervensi RBI, rupee menghadapi tekanan depresiasi yang lebih besar,” ujar Sakshi Gupta, ekonom senior di HDFC Bank Ltd.
: : BEI Suspensi 39 Saham Hari Ini (3/11), Ada Apa?
RBI sendiri menegaskan kebijakan stabilisasi nilai tukar tanpa menetapkan target tertentu. “RBI mungkin tidak akan membiarkan level 89 menembus level tersebut secara signifikan kecuali ada fundamental ekonomi lain yang mulai merugikan India dan rupee,” ujar Dhiraj Nim, ahli strategi mata uang di Australia and New Zealand Banking Group.
Minat pada Obligasi Negara Berkembang Meningkat
Di pasar obligasi, beberapa negara berisiko tinggi kembali mengakses pasar global, memanfaatkan meningkatnya minat terhadap aset berimbal hasil tinggi. Suriname mengumpulkan hampir US$1,6 miliar melalui penjualan obligasi pekan lalu, diikuti Angola dan Kenya pada Oktober. Laos juga sedang mengadakan pertemuan investor untuk penerbitan obligasi.
“Pasar sedang mencari penerbit obligasi berimbal hasil tinggi untuk masuk ke pasar dan benar-benar memanfaatkan dana yang ada,” kata Daniel Wood, manajer portofolio di William Blair Investment Management.
Menurut dia, obligasi yang diterbitkan baru-baru ini “diterima dengan sangat baik oleh pasar meskipun diterbitkan dalam jumlah yang cukup besar dan tidak menawarkan premi yang besar.”
Arus dana ke pasar negara berkembang tercatat lebih dari US$50 miliar sepanjang tahun ini seiring meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga di AS. Momentum itu membuka peluang bagi pemerintah di negara berkembang untuk melakukan pra-pendanaan anggaran dan menekan biaya pembiayaan.
Di Amerika Selatan, Argentina diperkirakan memanfaatkan momentum pasar setelah kemenangan partai Presiden Javier Milei dalam pemilu paruh waktu mendorong penguatan aset keuangannya. Proyeksi akses pembiayaan kembali menjadi lebih positif di tengah jadwal pembayaran utang lebih dari US$4 miliar pada Januari dan sekitar US$9 miliar sepanjang tahun.
“Imbal hasil obligasi yang lebih rendah menciptakan beberapa kemungkinan,” kata Robert Koenigsberger, pendiri dan kepala investasi di Gramercy. “Kita semakin dekat dengan Argentina yang dapat mengakses pasar untuk memperpanjang jatuh tempo.”
—
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.