Kemenkeu: Penerimaan Pajak Turun karena Peningkatan Restitusi per September 2025

JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini mengungkapkan bahwa realisasi penerimaan pajak neto per September 2025 menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun penerimaan bruto mencatat kenaikan, kondisi ini utamanya disebabkan oleh adanya peningkatan signifikan pada restitusi pajak. Informasi penting ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Oktober 2025 yang berlangsung di Kantor Kemenkeu, Jakarta, pada Selasa (14/10/2025) lalu.

Suahasil Nazara menjelaskan, evaluasi performa penerimaan pajak perlu dicermati dari dua sisi krusial: realisasi bruto dan realisasi neto, di mana realisasi neto adalah angka setelah dikurangi restitusi pajak. Secara rinci, realisasi penerimaan pajak neto hingga September 2025 tercatat sebesar Rp1.295,28 triliun. Angka ini memang lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian Rp1.354,86 triliun pada periode yang sama di tahun 2024, menyoroti adanya dinamika fiskal yang perlu diperhatikan.

Di sisi lain, realisasi penerimaan pajak bruto justru menunjukkan pertumbuhan positif, mencapai Rp1.619,20 triliun per September 2025, melampaui realisasi bruto tahun 2024 yang sebesar Rp1.588,21 triliun. Kenaikan penerimaan bruto ini didorong oleh beberapa komponen utama. Pajak Penghasilan (PPh) Badan meningkat 6 persen (year on year/yoy) menjadi Rp304,63 triliun, sementara PPh orang pribadi melonjak tajam 39,4 persen menjadi Rp16,90 triliun. Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga menunjukkan pertumbuhan solid 18,4 persen menjadi Rp19,69 triliun. Meskipun demikian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengalami penurunan 3,2 persen menjadi Rp702,20 triliun.

“Salah satu sebabnya adalah karena tahun ini memang terjadi peningkatan restitusi pajak,” tegas Suahasil, mengidentifikasi faktor utama di balik kontraksi penerimaan neto. Sebagai informasi penting bagi wajib pajak, restitusi pajak adalah mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Kondisi ini dapat terjadi ketika seorang wajib pajak membayar lebih besar dari kewajiban pajak yang semestinya, atau terjadi kelebihan pembayaran untuk jenis PPh, PPN, atau PPnBM. Sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku, wajib pajak berhak mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran tersebut.

Lebih dari sekadar proses administrasi, Suahasil juga menyoroti dampak positif dari fenomena restitusi ini bagi perekonomian. “Restitusi ini juga berarti uang dikembalikan kepada masyarakat, dunia usaha, dan wajib pajak, sehingga uang itu beredar di tengah-tengah perekonomian,” jelasnya. Dengan beredarnya kembali dana yang berasal dari restitusi pajak ini, pemerintah berharap dapat menjadi stimulus penting yang membantu menggerakkan ekonomi nasional, mendorong konsumsi dan investasi, serta menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.