Mengukur Minat IPO Pasca Tensi Politik Mendingin

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Aksi penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di sepanjang tahun berjalan ini mulai ternormalisasi. Baru terdapat 22 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 29 Agustus 2025, terendah dalam delapan tahun terakhir.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada tiga perusahaan berskala besar di dalam pipeline IPO per 29 Agustus 2025. Secara total, ada tujuh perusahaan dalam daftar tunggu tersebut. 

Sebanyak tiga perusahaan memiliki aset di atas Rp250 miliar sedangkan empat perusahaan lainnya beraset skala menengah antara Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan sampai 29 Agustus 2025 ada sebanyak 22 perusahaan telah mencatatkan sahamnya di bursa. Total dana yang dihimpun 22 perusahaan tersebut adalah sebesar Rp10,39 triliun.

“Hingga saat ini, terdapat tujuh perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” kata Nyoman, Senin (1/9/2025).

: From COIN to CBDK, New IPOs Deliver Triple-Digit Gains

PT BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) optimistis tren IPO akan tetap tumbuh positif hingga akhir 2025. Direktur Utama BRIDS Laksono Widodo memaparkan perseroan masih mengantongi sebanyak tiga mandat IPO yang berasal dari sektor konsumer, manufaktur, dan teknologi.

“Hingga saat ini, BRIDS telah sukses membawa satu perusahaan melantai di BEI,” ujarnya, baru-baru ini.

Menurut Laksono, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan penundaan IPO, antara lain valuasi yang kurang optimal akibat likuiditas pasar yang rendah, kondisi ekonomi makro baik global maupun domestik, hingga faktor internal perusahaan yang memerlukan waktu lebih panjang untuk persiapan.

Terkait prospek ke depan, BRIDS menilai tren IPO justru berpotensi makin menarik seiring dengan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). 

“Penurunan suku bunga BI diharapkan akan meningkatkan appetite investor terhadap penawaran saham IPO,” katanya.

Selain itu, kondisi ini juga memberi peluang bagi emiten untuk tumbuh lebih baik. Guna menjaga minat pasar sekaligus memastikan kinerja perusahaan anyar tetap terjaga pasca-IPO, BRIDS menyiapkan strategi kolaboratif dengan regulator. Dia berkomitmen mendukung peningkatan tren IPO di pasar modal dengan bekerja sama dengan BEI melalui kegiatan edukasi.

Prospek IPO

Direktur & Corporate Secretary PT Panin Sekuritas Tbk. (PANS) Prama Nugraha mengatakan prospek IPO di tengah tren penurunan suku bunga akan tetap menarik sebagai diversifikasi sumber pendanaan perusahaan. 

Menurutnya beban utang yang tinggi melalui kredit bank atau obligasi akan meningkatkan risiko keuangan perusahaan. Dengan demikian hal tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan modal, di antaranya melalui IPO.

Sementara itu terkait dengan rencana perseroan memboyong perusahaan IPO pada tahun ini, Parama belum dapat menyampaikannya.

“Karena sedang berproses kami saat ini masih belum bisa menginformasikannya,” katanya.

Direktur PT Ciptadana Sekuritas Asia Oskar Harianto menyampaikan perusahaan masih memiliki empat calon emiten dalam pipeline IPO yang bergerak di sektor transportasi dan manufaktur, menggunakan laporan pembukuan Desember 2025. Artinya, IPO baru akan dilakukan pada 2026.

“Dari 4 perusahaan tersebut, 2 di antaranya masih membutuhkan perapihan internal agar mereka dapat tampil lebih optimal ketika masuk ke pasar,” jelasnya.

Ciptadana juga mencermati bahwa kinerja emiten baru di pasar modal menunjukkan tren yang beragam. Ada perusahaan yang berhasil bertahan kuat tetapi tidak sedikit pula yang mengalami tekanan.

Kondisi tersebut menegaskan pentingnya seleksi yang lebih ketat terhadap calon emiten, terutama dengan adanya regulasi baru melalui POJK No. 13/2025 tentang Pengendalian Internal dan Perilaku Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE). 

: Kondisi Politik Tak Stabil, Calon Emiten Lighthouse Tetap Eksekusi IPO

Selain itu, Ciptadana menyoroti bahwa tren penurunan suku bunga rendah turut memengaruhi minat perusahaan untuk melantai di bursa. Dalam situasi ini, opsi pendanaan melalui obligasi mau­pun pinjaman perbankan kerap dianggap lebih menarik. 

Hal ini mendorong investor IPO akan lebih selektif, sehingga perusahaan perlu memperkuat fundamental, valuasi, serta penawaran mereka agar dapat menarik minat pasar. Meski demikian, Ciptadana tetap optimistis bahwa strategi listing yang fleksibel dan berbasis fundamental dapat menyeimbangkan kondisi tersebut.

“Kesiapan laporan keuangan, valuasi yang realistis, dukungan penjamin emisi yang solid, serta narasi dan timing yang tepat akan menjadi kunci untuk menjaga daya tarik IPO di tengah dinamika pasar,” tegasnya.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) mengedepankan kualitas dalam menjaring calon emiten baru.

Deputi Komisioner Pengawas Emiten, Transaksi Efek, dan Pemeriksaan Khusus OJK I.B. Aditya Jayaantara menyatakan strategi OJK pun dalam IPO yakni antara kuantitas dan kualitas harus diimbangkan.

“Kami kejar bukan hanya jumlah, tetapi kualitasnya. Kami meningkatkan kualitas [calon emiten] bersama SRO seperti Bursa, itu terus dilakukan,” ujarnya.

OJK misalnya melalui regulasi mendorong fungsi dan peran lembaga penunjang pasar modal, seperti underwriter guna meningkatkan filtering atau uji tuntas. Hal itu tercantum dalam POJK No. 13/ 2025.

“Melalui peraturan itu, sekuritas sebagai underwriter melakukan filtering, uji tuntas terhadap calon emiten, memberikan masukan-masukan, strategi harga, timing masuk ke Bursa dan lainnya,” ujar Aditya. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.