
Ussindonesia.co.id JAKARTA – Calon emiten terafiliasi Grab yaitu PT Super Bank Indonesia Tbk. (SUPA) diproyeksi bakal mendapat efek rembesan dari wacara merger antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO0 dan Grab Indonesia.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Vinna Rachmawati mengatakan ekosistem terintegrasi yang dimiliki SUPA melalui platform Grab dan OVO membuat produk utama mereka seperti Tabungan Utama, Saku, Celengan, hingga Pinjaman Atur Sendiri (PAS) mampu tumbuh lebih dari 130% dalam medio Desember 2024 hingga Juni 2025.
Bagai pisau bermata dua, keunggulan tersebut sekaligus juga menjadi faktor risiko terbesar bagi Superbank. Menurutnya, bisnis Superbank saat ini sangat bergatung kemitraan bersama Grab dan OVO untuk pendistribusian produk dan pengembangan bisnis. Maka bila ada hubungan dengan salah satu pihak memburuk, akan memberikan dampak negatif bagi Superbank. Tak terkecuali bila ada aksi merger Grab dengan GOTO
“Usaha perseroan dapat terpengaruh oleh rencana apabila terdapat merger antara Grab dengan perusahaan lain. Namun, dampak yang mungkin timbul dari transaksi tersebut terhadap perseroan belum bisa dipastikan,” ujarnya dalam kanal YouTube Phintraco Sekuritas, dikutip Selasa (9/12/2025).
: Superbank Patok Harga IPO Rp635 per Saham, Cek Valuasi SUPA Dibanding Bank Digital ARTO Cs
Vinna mengatakan risiko-risiko yang bisa mengganggu kemampuan Superbank dalam menjalankan rencana strategis dan ekspansi ke pasar baru berpotensi menimbulkan dampak material dan merugikan.
Adapun, berdasarkan struktur kepemilikan Superbank per 27 November 2025, Grab menjadi pemegang saham pengendali melalui PT Kudo Teknologi Indonesia yang menggenggam 19,16% saham Superbank. Sisanya, sebesar 31,11% digenggap oleh PT Elang Media Visitama, anak usaha dari PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTEK).
Menilik historis kinerja keuangan Superbank dari periode tahun buku 2022 hingga tahun buku 2025 yang berakhir 30 Juni (semester I/2025), Superbank baru menorehkan laba bersih Rp21 miliar per semester I tahun ini, usai selalu membukukan rugi bersih pada tahun-tahun sebelumnya. Terakhir, perseroan mengalami rugi bersih Rp135 miliar pada sepanjang 2024.
Dari sisi top line, pendapatan Superbank per semester I/2025 tercatat mencapai Rp904 miliar, tumbuh dibanding Rp268 miliar per akhir 2024. Namun, beban pokok penjualan perseroan melejit menjadi Rp239 miliar, dibanding Rp22 miliar pada akhir 2024.
Sementara itu, melansir data rasio keuangan yang dirangkum Stockbit Sekuritas, net interest margin (NIM) Superbank per semester I/2025 mencapai 10,2%. Level ini lebih baik dibanding PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang mencapai 8,4%, namun masih ada di bawah PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) yang masing-masing mencatat NIM 15,2% dan 10,4%.
Menilik seberapa efisen perusahaan mengeluarkan biaya operasi dibanding pendapatan, cost to income ratio (CIR) Superbank berada di level 74,2%. Sebagai bank digital yang mengandalkan efisiensi operasional, CIR Superbank tersebut masih lebih tinggi dibanding kompetitornya, ARTO 58,2%, BBYB 30% dan BBHI 46,5%.
Vinna melanjutkan, katalis positif bagi bank-bank digital ke depan, termasuk Superbank, adalah program prioritas pemerintah yang menargetkan 100% UMKM masuk ke ekosistem pasar digital pada 2039 nanti. Saat ini, Indonesia memiliki 64,2 juta UMKM yang lebih dari setenganya belum masuk ke ekosistem digital.
“Kondisi ini membuka peluang besar bank digital yang menawarkan proses onboarding lebih mudah, layanan cepat, dan ekosisem terintegrasi,” tegasnya.
: IPO Superbank (SUPA): Seremoni Pencatatan di BEI 17 Desember, Incar Dana Rp2,79 Triliun
Sebelumnya, Advisor Banking & Finance Development Centre, Moch Amin Nurdin, menilai jika merger Gojek dan Grab benar terjadi, dampaknya justru lebih berpotensi negatif bagi Superbank. Alasannya, posisi Superbank sebagai mitra strategis Grab bisa menjadi inferior karena perubahan struktur ekosistem pasca-merger berpotensi menggeser prioritas.
Sebagaimana diketahui, Gojek saat ini juga memiliki entitas bank digital dalam ekosistem bisnisnya. Gojek melalui anak usahanya, PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay) menjadi pemegang saham utama PT Bank Jago Tbk. (ARTO) dengan porsi 21,40%.
“Jika isu merger Gojek dan Grab jadi dilaksanakan, ini akan mengubah peta dan kinerja Superbank. Dampaknya menurut saya cenderung negatif,” kata Amin pada Bisnis, Rabu (26/11/2025).
Dia menilai Superbank harus terdorong untuk mencari mitra baru atau membangun ekosistem berbeda. Namun, menurutnya hal tersebut bukan perkara mudah karena hampir seluruh e-commerce besar di Indonesia sudah memiliki pasangan bank digital masing-masing dalam model bisnis mereka.
Menilik posisi Superbank di industri bank digital Tanah Air berdasarkan distribusi pinjaman sepanjang semester I/2025, pangsa pasar Superbank baru ada di level 9,5%. Marketshare itu lebih tinggi dari kompetitor seperti Allo Bank (BBHI) di 8,5% atau Bank Neo Commerce (BBYB) di 9,2%. Namun, pangsa SUPA masih kalah dengan ARTO yang di level 24,3%, atau bahkan SeaBank yang mendominasi pasar nasional dengan pangsa 29,5%.