Permintaan Dolar AS Diproyeksikan Meningkat, Ekonom Beberkan Pemicunya

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) diproyeksikan akan mempertahankan daya tariknya yang kuat, baik dalam jangka pendek maupun menengah. Proyeksi ini didukung oleh sejumlah faktor fundamental yang terus menopang dominasinya di pasar global.

Menurut analisis Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank, kebijakan Federal Reserve yang memilih untuk menahan suku bunga acuannya secara signifikan meningkatkan daya tarik dolar AS. Ia menjelaskan kepada Kontan pada Kamis (7/8/2025) bahwa strategi ini menjaga suku bunga riil tetap pada level tinggi, bahkan di tengah tren disinflasi global yang sedang berlangsung. Kondisi ini secara alami akan memelihara daya tarik imbal hasil dari aset-aset berbasis dolar.

Selain itu, kekhawatiran pasar terhadap potensi inflasi impor turut menguat menyusul pemberlakuan kembali tarif impor oleh mantan Presiden Donald Trump. Josua Pardede menambahkan bahwa berdasarkan catatan historis, situasi semacam ini kerap memicu fenomena “flight to safety” atau pelarian modal ke aset-aset safe haven, dan dolar AS adalah pilihan utama dalam skenario tersebut.

Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,46% ke Rp 16.287 per Dolar AS pada Kamis (7/8/2025)

Lebih jauh, Josua menyoroti dampak dari Undang-Undang kripto di AS, yaitu Genius Act, yang baru saja disahkan oleh Presiden AS Donald Trump pada 18 Juli 2025. Regulasi penting ini mewajibkan aset stablecoin untuk didukung penuh oleh aset dolar, termasuk Treasury Bills dan simpanan dolar. Menurut Josua, ketentuan ini secara signifikan akan menciptakan permintaan struktural tambahan terhadap dolar AS dan obligasi pemerintah AS, yang pada gilirannya berpotensi mengukuhkan kembali posisi dominan keduanya di pasar global.

Proyeksi pertumbuhan pasar stablecoin, yang diperkirakan akan melesat dari US$ 250 miliar menjadi US$ 2 triliun pada tahun 2028, semakin memperkuat sentimen ini. Josua menegaskan bahwa peningkatan substansial ini akan mendorong permintaan dolar AS secara signifikan, terutama dari kalangan nonresiden yang wajib mengakuisisi dolar AS demi berpartisipasi dalam ekosistem kripto yang semakin berkembang ini.

Dengan demikian, Josua menyimpulkan bahwa ketiga sentimen utama ini secara kolektif akan menopang kekuatan dolar AS. Faktor-faktor tersebut mencakup jalur kebijakan moneter yang ketat dari Federal Reserve, sentimen risiko global yang mendorong aset safe haven, serta adanya permintaan struktural yang terus meningkat terhadap dolar AS dan obligasi pemerintah AS melalui ekosistem aset kripto.