Prospek Imbal Hasil Dividen BUMN 2025 Kian Menarik, Bank Jumbo Jadi Andalan

JAKARTA – Prospek imbal hasil dividen (dividend yield) dari emiten BUMN diproyeksikan tetap atraktif untuk tahun buku 2025. Optimisme ini muncul seiring dengan peningkatan target penerimaan dividen oleh Danantara Indonesia (Badan Pengelola Investasi) yang mencapai Rp140 triliun. Angka ini merupakan peningkatan signifikan dari periode sebelumnya yang tercatat sekitar Rp90 triliun.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian, menegaskan bahwa potensi imbal hasil dividen dari saham BUMN masih sangat menjanjikan. Menurutnya, kondisi ini ditopang oleh valuasi sejumlah saham BUMN yang dinilai masih terdiskon, sehingga berpotensi memberikan yield yang tinggi. Potensi ini semakin menguat apabila nilai dividen yang dibayarkan tidak mengalami perubahan signifikan dari tahun sebelumnya.

“Dari sisi valuasi, banyak saham BUMN yang masih terdiskon, sehingga bisa memberikan dividend yield yang cukup tinggi dengan asumsi nilai dividen tetap seperti tahun lalu,” ujarnya pada Selasa (28/10/2025).

Fajar menambahkan, kenaikan target penerimaan dividen pemerintah melalui Danantara Indonesia juga berpeluang besar untuk mendorong peningkatan rasio pembayaran dividen atau payout ratio oleh sejumlah emiten BUMN. Hal ini didasari oleh kondisi fundamental ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan, sementara di sisi lain, kebutuhan pemerintah akan setoran dividen terus meningkat.

“Apabila melihat kondisi saat ini, di mana fundamental ekonomi kita masih relatif belum terlalu membaik, maka skenario payout ratio yang dinaikkan sangat mungkin terjadi,” pungkas Fajar. Ia juga memproyeksikan bahwa sektor perbankan akan tetap menjadi kontributor utama dan memiliki peluang besar untuk menawarkan dividend yield menarik pada tahun buku 2025.

Berdasarkan data yang terkumpul, emiten bank pelat merah memang tercatat sebagai penyumbang utama dalam setoran dividen kepada negara. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) memimpin dengan total dividen tunai sebesar Rp51,73 triliun atau Rp343,40 per saham untuk tahun buku 2024. Pembagian dividen tersebut telah mencakup dividen interim sebesar Rp20,33 triliun atau setara dengan Rp135 per saham.

Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) membayarkan dividen tunai tahun buku 2024 sebesar Rp43,5 triliun atau Rp466,18 per saham. Disusul oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) yang membagikan dividen senilai Rp13,95 triliun atau Rp374,06 per saham. Adapun PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) menyalurkan dividen sebesar Rp751 miliar atau sekitar Rp53 per saham.

RISIKO PENURUNAN DIVIDEN YIELD

Di luar dominasi sektor perbankan, terdapat pula tantangan. PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), misalnya, diperkirakan akan mencatat penurunan dividend yield di bawah 10% pada tahun 2025. Proyeksi ini disebabkan oleh tekanan pada margin perusahaan akibat harga batu bara yang terus melemah serta peningkatan biaya operasional.

Analis Ina Sekuritas, Arief Machrus, menjelaskan bahwa PTBA mencatatkan laba bersih sebesar Rp833 miliar pada semester I/2025, yang merupakan penurunan signifikan sebesar 59,02% secara tahunan (year-on-year/YoY). Raihan tersebut juga baru mencapai 25% dari proyeksi laba setahun penuh. Penurunan laba PTBA utamanya disebabkan oleh melemahnya harga jual rata-rata (ASP) yang terkoreksi 4% YoY menjadi Rp0,9 juta per ton pada paruh pertama.

Menurut Arief, tekanan juga datang dari implementasi kebijakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan Harga Patokan Batu Bara (HPB) yang menambah beban biaya bagi importir serta memperumit mekanisme harga. Di samping itu, keseimbangan antara pasokan dan permintaan yang longgar juga dinilai membatasi gerak harga batu bara.

“Dengan demikian, dividend yield PTBA berpotensi mengalami penurunan di bawah 10% meskipun perusahaan mempertahankan rasio pembayaran dividen 75%,” ujarnya dalam publikasi riset yang dikutip baru-baru ini.

Meski menghadapi tekanan pada laba bersih, PTBA masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 4% YoY menjadi Rp20,4 triliun pada semester I/2025. Pada saat yang bersamaan, EBITDA perusahaan mencapai Rp2,2 triliun, ditopang oleh perbaikan kinerja operasional. Produksi batu bara PTBA juga naik 16% YoY menjadi 21,7 juta ton, sementara volume penjualan tumbuh 8% menjadi 21,6 juta ton. Dari total penjualan tersebut, 54% diserap pasar domestik dan 46% diekspor.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.