Resesi Global Mengintai? BI Prediksi The Fed Pangkas Suku Bunga

Ussindonesia.co.id – , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) kembali menyoroti kondisi perekonomian global yang masih berada dalam tren perlambatan signifikan. Penilaian ini disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2025 yang diselenggarakan secara daring di Jakarta pada Rabu (17/9/2025). Menurut Perry, faktor utama pendorong perlambatan ini adalah dampak penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) serta tingginya ketidakpastian global.

Berbagai indikator ekonomi menunjukkan bahwa perlambatan pertumbuhan terjadi di sebagian besar negara, meskipun dengan disparitas pertumbuhan yang kentara antarwilayah. Di Amerika Serikat, misalnya, keyakinan pelaku ekonomi mengalami penurunan substansial. Hal ini sejalan dengan implementasi kebijakan tarif yang berimbas langsung pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan kenaikan tingkat pengangguran.

Senada dengan AS, kinerja ekonomi China juga menunjukkan tren perlambatan. Ekspor China, terutama ke AS, terpukul keras akibat tarif resiprokal, diperparah dengan melemahnya permintaan domestik, khususnya di sektor investasi. Sementara itu, perekonomian Eropa dan Jepang turut berada dalam tren penurunan, utamanya karena tertekannya kinerja ekspor mereka. Berbeda dengan negara-negara tersebut, ekonomi India justru mencatatkan sedikit peningkatan, didorong oleh stimulus fiskal yang efektif dalam menggenjot konsumsi rumah tangga.

“Dengan perkembangan global yang tidak menentu ini, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yakni hanya sekitar 3 persen,” tegas Perry.

Prospek ekonomi dunia yang masih belum menunjukkan kekuatan penuh, ditambah dengan tren penurunan tekanan inflasi, telah mendorong sebagian besar bank sentral untuk menempuh kebijakan moneter akomodatif. Namun, Jepang menjadi pengecualian dalam pendekatan ini. BI lebih lanjut memandang bahwa probabilitas penurunan Fed Funds Rate (FFR) semakin tinggi. Pandangan ini didasari oleh meningkatnya tingkat pengangguran di AS dan berlanjutnya tren penurunan inflasi di negara tersebut.

“Probabilitas penurunan Fed Funds Rate kini semakin menguat. Kita semua menantikan keputusan mengenai penurunan Fed Funds Rate tersebut yang akan diumumkan esok hari,” ujar Perry, menegaskan antisipasi pasar global.

Di pasar keuangan global, sentimen terhadap penurunan Fed Funds Rate turut memengaruhi imbal hasil atau yield US Treasury yang cenderung menurun. Kondisi ini secara simultan mendorong pelemahan indeks mata uang dolar AS atau DXY. Di tengah ketidakpastian yang masih membayangi, aliran modal global terlihat semakin condong ke komoditas emas, yang sering dianggap sebagai aset lindung nilai. Sebaliknya, aliran modal ke pasar negara berkembang (emerging market) sedikit tertahan.

“Ke depan, volatilitas di pasar keuangan global diperkirakan akan terus berlanjut. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengantisipasi dan merespons kondisi ini melalui penguatan berbagai kebijakan serta koordinasi yang erat guna menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri,” pungkas Perry, menyoroti pentingnya kewaspadaan dan strategi adaptif.

Ringkasan

Bank Indonesia menyoroti perlambatan ekonomi global akibat tarif resiprokal AS dan ketidakpastian global. Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 berpotensi lebih rendah dari proyeksi, sekitar 3 persen. Perlambatan terjadi di AS, China, Eropa, dan Jepang, sementara India mencatatkan sedikit peningkatan.

Prospek ekonomi yang belum kuat dan penurunan inflasi mendorong bank sentral untuk menerapkan kebijakan moneter akomodatif, kecuali Jepang. BI melihat probabilitas penurunan Fed Funds Rate (FFR) semakin tinggi karena meningkatnya pengangguran dan penurunan inflasi di AS. Volatilitas pasar keuangan global diperkirakan berlanjut, sehingga penguatan kebijakan dan koordinasi diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri.