
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) masih tertekan. Pada akhir perdagangan Senin (15/12), WIFI ditutup melemah 2,21% atau turun 80 poin ke level Rp 3.540 per saham.
Secara month to date, saham WIFI sudah turun 5,09%. Namun demikian, saham emiten penyedia infrastruktur telekomunikasi ini masih melambung besar 763,41% sepanjang tahun berjalan ini.
Direktur Solusi Sinergi Digital Shannedy Ong menyebut koreksi ini tidak bisa diartikan sebagai penurunan fundamental bisnis, melainkan sebagai penyesuaian pasar sementara.
“Tetapi sebagai penyesuaian pasar dalam jangka pendek akibat perubahan struktur modal yang mendukung fase ekspansi perusahaan yang sangat agresif,” jelasnya, Jumat (12/12/2025).
Tiga Strategi Erajaya Swasembada (ERAA) Hadapi Momentum Nataru 2025/2026
Memang jika dicermati, berdasarkan kinerja per September 2025, beban bunga WIFI melonjak sebesar 179,22% secara tahunan atau Year on Year (YoY) dari Rp 73,27 miliar menjadi Rp 204,59 miliar.
Pada kuartal III-2025, biaya keuangan WIFI mencapai Rp 117,35 miliar. Ini meningkat 160,4% secara kuartalan dibanding posisi kuartal III-2025 yang hanya Rp 45,07 miliar.
Shannedy menjelaskan hal tersebut disebabkan oleh peningkatan utang obligasi dari Rp 600 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. Di mana, dana segar itu digunakan untuk mengembangkan ekspansi.
“Meningkatnya beban bunga memang menekan laba bersih kami dalam jangka pendek, tetapi ini merupakan biaya pertumbuhan atau cost of growth bukan kerugian,” ucapnya.
Pada kuartal III-2025, laba bersih WIFI mencapai Rp 102,41 miliar. Ini menurun 29,4% secara kuartalan atau Quarter on Quarter (QnQ) dari Rp 145,13 miliar di kuartal II-2025.
Secara akumulasi, laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk WIFI mencapai Rp 260,09 miliar di periode Januari–September 2025. Ini meningkat 71,03% YoY dari Rp 152,07 miliar.
Didukung Sentimen Global, Harga Emas Antam Berpeluang Menyentuh Rp 2,5 Juta per Gram
Menurut Shannedy, pasar bereaksi terhadap tekanan laba sesaat ini. Namun Shannedy meyakini investasi yang dilakukan WIFI saat ini merupakan pondasi untuk mendulang pendapatan di kuartal mendatang.
“Pasar belum sepenuhnya menghargai valuasi dari kemitraan dengan NTT East karena dampaknya ke bottom line membutuhkan waktu inkubasi sekitar enam sampai 12 bulan,” tuturnya.
Equity Research Analyst BCA Sekuritas Selvi Ocktaviani menilai ke depan, segmen telekomunikasi diperkirakan akan menjadi kontributor utama pertumbuhan dan laba bersih WIFI.
Lebih lanjut, BCA Sekuritas merekomendasikan beli WIFI dengan target harga di Rp 4.000, yang mencerminkan valuasi 10,2 kali. Jika menggunakan harga penutupan Selasa (15/12) di Rp 3.540, maka ada potensial upside sebesar 12,99%.