Stabilitas Timur Tengah Picu Rotasi Investor dari Emas ke Pasar Saham

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Stabilitas yang muncul dari tercapainya perjanjian di Timur Tengah menjadi katalis positif bagi pasar keuangan regional dan global. Kondisi ini diperkirakan dapat menurunkan premi risiko, menarik kembali aliran modal, memperkuat pasar saham dan obligasi, serta meredam volatilitas harga energi.

Head Riset Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan, perdamaian di Timur Tengah dapat menurunkan premi risiko global dan memulihkan selera risiko investor.

Berdasarkan fenomena pasar, harga produk safe haven seperti emas mengalami koreksi. 

: IHSG All Time High, Intip Deretan Saham Jumbo yang Sudah Multibagger Ytd

Dikutip dari data Bloomberg, harga emas mencapai US$3.963 per ounce, setelah turun 1,6% pada sesi sebelumnya. Pergerakan harga emas mencapai area jenuh beli setelah memecahkan rekor dengan mencapai harga US$4.059 per troy ounce.

Sebaliknya di pasar saham, Wall Street menunjukkan adanya penguatan yang tercermin pada sejumlah indeks seperti S&P 500 dan Nasdaq yang memimpin penguatan dengan tumbuh 1,62%.

: : Fakta-fakta 2 Tahun Serangan Israel ke Palestina: Gaza Dilanda Krisis Kemanusiaan

“Aliran modal mulai kembali ke aset berisiko seperti saham, terlihat dari penguatan S&P 500, Nasdaq, dan somewhat juga ke IHSG yang sempat naik ke level rekor ATH [intraday] 8.272,63,” kata Liza kepada Bisnis, Jumat (10/10/2025).

Walau IHSG sentuh rekor baru, Liza menilai guyuran modal asing masuk pasar saham Indonesia belum bisa dipastikan. Ditambah, saham-saham sektor perbankan juga belum naik signifikan.

Namun tetap saja, Liza memandang fenomena pasar saat ini menjadi pertanda adanya pemulihan pasar investasi yang sebelumnya terbebani oleh eskalasi geopolitik global. Menurutnya, situasi pasar sekarang adalah cerminan dari sinyal awal normalisasi setelah pasar dibayang-bayangi oleh gejolak geopolitik yang cukup lama.

“Tapi arah jangka menengah tetap akan ditentukan oleh prospek suku bunga dan likuiditas global, bukan semata faktor perdamaian,” tegasnya.

Sementara untuk emas yang cenderung ditinggal investor saat situasi stabil, Liza menilai koreksi jangka pendek emas lebih karena rotasi sementara ke saham, bukan perubahan tren besar.

Liza menambahkan, Goldman Sachs bahkan masih memproyeksikan harga emas bisa menembus  US$4.900 per ounce pada 2026, didorong permintaan kuat dari bank sentral dan turunnya real yield global. Jadi, Liza merasa emas tetap relevan sebagai long-term hedge meski sentimen risk-on tengah menguat.

Untuk rekomendasi di tengah pergerakan pasar sekarang, Liza menyarankan investor dapat memanfaatkan momentum untuk melakukan rotasi aset secara selektif ke saham-saham sektor pro-pertumbuhan seperti perbankan, consumer, dan infrastruktur.

“Namun, investor tetap disarankan menjaga porsi emas atau aset lindung nilai lain sebagai penyeimbang portofolio di tengah siklus suku bunga yang masih dinamis,” tandasnya.

_________

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.