Superbank Dikabarkan IPO Desember 2025, Simak Kinerja Keuangannya

Kabar rencana penawaran umum perdana saham (IPO) oleh bank digital PT Super Bank Indonesia atau Superbank pada Desember 2025 kini tengah menjadi sorotan utama di pasar modal. Aksi korporasi ini digadang-gadang akan menjadi salah satu yang terbesar dan paling dinanti di sektor bank digital.

Berdasarkan dokumen prospektus awal yang beredar luas, Superbank dikabarkan akan menawarkan hingga 5,2 miliar saham biasa Seri A. Jumlah ini setara dengan 15% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh pasca-IPO, dengan nilai nominal Rp100 per saham. Kisaran harga penawaran diperkirakan antara Rp500 hingga Rp1.030 per saham, yang berpotensi menghimpun dana segar mencapai Rp5,36 triliun jika menggunakan batas harga tertinggi.

Meskipun demikian, pihak Superbank sendiri memilih untuk tidak menanggapi secara langsung rumor atau spekulasi pasar ini. Manajemen menegaskan fokus utama mereka adalah pada peningkatan kinerja yang solid, penyediaan solusi keuangan inovatif, pertumbuhan basis nasabah yang berkelanjutan, serta kolaborasi strategis dengan ekosistem terpercaya untuk mendorong inklusi keuangan di Indonesia.

Di tengah derasnya spekulasi IPO Superbank, bagaimana sebenarnya performa keuangan bank digital ini? Merujuk laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, Superbank menunjukkan performa gemilang dengan membukukan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp60,13 miliar pada kuartal III/2025. Capaian ini merupakan pembalikan arah yang signifikan dari posisi rugi sebesar Rp285,74 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, menandakan pertumbuhan yang kuat.

Kinerja positif ini sebagian besar ditopang oleh lonjakan pendapatan bunga yang luar biasa, mencapai Rp1,49 triliun hingga kuartal III/2025, melonjak 229,24% dibandingkan Rp455,02 miliar pada periode yang sama tahun 2024. Sejalan dengan peningkatan ini, beban bunga Superbank juga meningkat menjadi Rp397,09 miliar, atau melesat 609% dari Rp56,01 miliar pada tahun sebelumnya. Namun, hal ini tidak menghalangi pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang tercatat mencapai Rp1,1 triliun, tumbuh impresif 175,94% dibandingkan Rp399,01 miliar pada kuartal III/2024.

Meskipun mencatat kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) yang meningkat menjadi Rp258,36 miliar atau naik 242,6% dari Rp75,39 miliar pada periode yang sama tahun lalu, Superbank tetap menunjukkan pertumbuhan intermediasi yang solid. Penyaluran kredit bank digital ini tumbuh 84,4% menjadi Rp9,03 triliun, dibandingkan Rp4,89 triliun pada kuartal III/2024. Cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan atas kredit juga turut meningkat 48,1%, dari Rp327,32 miliar menjadi Rp484,77 miliar, menunjukkan kehati-hatian dalam mengelola risiko.

Dari sisi neraca, total aset Superbank melesat 70,17% menjadi Rp16,54 triliun per September 2025, jauh di atas Rp9,71 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan aset ini utamanya didorong oleh kenaikan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai Rp9,81 triliun, melonjak 203,01% dari Rp3,23 triliun pada kuartal III/2024. Komposisi CASA (current account saving account), atau dana murah, juga mencatat peningkatan signifikan sebesar 113,08%, dari Rp964,34 miliar menjadi Rp2,05 triliun, mengindikasikan efektivitas strategi penghimpunan dana.

Sementara itu, total liabilitas Superbank tercatat Rp11,12 triliun, melonjak 154,92% dari Rp4,36 triliun pada kuartal III/2024. Di sisi lain, total ekuitas menunjukkan pertumbuhan tipis 1,14% menjadi Rp5,41 triliun dibandingkan Rp5,35 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) tercatat 65,91%, turun dari 135,24% pada tahun sebelumnya, yang dapat diartikan sebagai optimalisasi penggunaan modal seiring dengan ekspansi bisnis.

Untuk kualitas aset, aset produktif bermasalah terhadap total aset produktif berhasil ditekan turun menjadi 1,45% dari 1,58%. Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terhadap aset produktif juga menurun menjadi 3,27% dari 3,52%. NPL gross Superbank terpantau membaik menjadi 2,83% dari 3,32%, meskipun NPL net sedikit meningkat ke 1,21% dibandingkan 0,57% pada periode yang sama tahun lalu, menunjukkan perlunya perhatian lebih pada manajemen risiko kredit.

Profitabilitas Superbank juga menunjukkan perbaikan drastis. Return on Asset (ROA) melesat menjadi 0,75% dari posisi negatif 5,45%, sementara Return on Equity (ROE) meningkat signifikan ke 1,66% dari negatif 7,80%. Efisiensi operasional juga membaik tajam, tercermin dari rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) yang turun menjadi 94,69% dari 159,37%, serta cost to income ratio (CIR) yang turun signifikan menjadi 70,14% dari 149,65%. Adapun Net Interest Margin (NIM) naik menjadi 10,64% dari 7,81%, menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dari bunga.

Di sisi lain, Loan to Deposit Ratio (LDR) Superbank tercatat 92,06%, menurun dari 151,21%, menunjukkan peningkatan kapasitas untuk penyaluran kredit baru. Mengacu pada dokumen prospektus, masa penawaran awal (bookbuilding) diperkirakan berlangsung pada 17 hingga 24 November 2025, dengan tanggal efektif pada 3 Desember 2025, dan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) direncanakan pada 11 Desember 2025.

Jika rencana ini terealisasi, aksi IPO Superbank berpotensi menjadi salah satu penawaran umum perdana terbesar dan paling dinanti di sektor bank digital Indonesia sepanjang tahun, menarik perhatian investor terhadap potensi pertumbuhan di era ekonomi digital.