
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Tingkat kepemilikan saham publik atau free float yang terbilang rendah mencuri perhatian pasar saham. Bursa Efek Indonesia (BEI) pun berencana menaikkan free float perusahaan tercatat menjadi 10% baik untuk perusahaan tercatat eksisting maupun emiten baru.
BEI akan menerapkan aturan baru yaitu batas minimum free float sebesar 10% atau naik dari posisi saat ini sebesar 7,5%. Ke depannya, tingkat free float itu akan terus dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 25%.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menekankan pihaknya sangat serius dalam upaya menaikkan free float saham di pasar saham. Dia menyebut saat ini rata-rata free float dari 955 perusahaan tercatat di Indonesia adalah sebesar 23% yang didominasi oleh emiten tercatat di papan utama.
: Menanti Tuah Penyesuaian Free Float Kerek Minat IPO Baru
BEI pun telah menyiapkan roadmap untuk menaikkan free float untuk perusahaan terbuka eksisting maupun untuk perusahaan tercatat baru.
“Untuk emiten eksisting, kami dorong perusahaan di ‘border’ antara papan pengembangan dan papan utama yang sedang bertumbuh supaya layak kami promosikan untuk masuk ke papan utama. Ini akan kami bantu,” kata Nyoman baru-baru ini.
: : AEI Berharap Emiten Dapat Insentif Jika Mampu Naikkan Free Float ke 10%
Dia menunjukkan saat ini banyak perusahaan tercatat di papan pengembangan yang semakin bertumbuh dan mencetak kinerja gemilang. Perusahaan-perusahaan ini nantinya akan membesar sehingga dapat dipromosikan ke papan utama dan otomatis harus mengikuti aturan papan utama dengan free float yang lebih besar.
Sementara itu, untuk perusahaan yang baru akan melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO), BEI berencana mengatur minimum free float langsung sebesar 10%. Hal ini terutama menyasar perusahaan mercusuar (lighthouse).
: : Bursa Petakan Nasib Emiten Kecil di Tengah Rencana Kenaikan Free Float
Dia juga menyinggung soal bakal ada perubahan peraturan mengenai perhitungan free float untuk perusahaan IPO yang dulunya menggunakan dasar ekuiti menjadi kapitalisasi pasar.
“Kami sudah menyiapkan draft peraturan sehingga harapan kami yang dasarnya free float itu dulunya jumlah ekuiti, ekuiti itu kan historikal, kami ganti menjadi market cap. Artinya jumlah saham dikalikan offering price-nya,” papar Nyoman.
Selanjutnya, Bursa juga akan menerapkan aturan untuk menjaga free float agar sama seperti saat IPO selama setahun setelah tercatat. Untuk ini, BEI disebut akan menjaga tingkat free float tersebut.
“Kami serius dengan hal ini, kami lakukan perubahan dan kami melihat bukan hanya yang masuk tapi juga yang eksisting juga akan kami lakukan perubahan. Dalam waktu dekat [implementasinya],” kata Nyoman.
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) pun buka suara terkait rencana penerapan free float minimum 10% oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut. AEI berharap kebijakan itu diikuti dengan pemberian insentif dari Bursa bagi emiten-emiten yang berkomitmen menjalankannya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia Gilman Pradana menerangkan bahwa rencana menaikkan minimum free float sebetulnya bakal memiliki dampak positif terhadap pasar saham Tanah Air. Menaikkan free float dinilai mampu meningkatkan likuiditas pasar Indonesia.
“Jadi kalau dari asosiasi, yang penting adalah bagaimana sosialisasinya ke teman-teman pemilik perusahaan. Dan mereka juga punya eager buat naikin free float,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Meskipun begitu, Gilman menilai, Bursa perlu untuk memberikan insentif bagi para emiten yang memiliki komitmen untuk memenuhi free float. Pasalnya, dia menilai, dibutuhkan upaya yang lebih dari emiten untuk mencari investor yang akan menyerap saham yang mereka terbitkan.
Pemberian pengurangan pajak penghasilan yang lebih rendah menjadi salah satu opsi yang diharapkan AEI. Adapun untuk diketahui, selama ini, keringanan tarif pajak hanya diberikan bagi emiten dengan free float sekitar 40%.
“Kedua apakah ada insentif terkait itu? Kan mereka [emiten] mau naikkan free float. Kita sih maunya kalau bisa, ada impact-nya. Kita ada effort loh, untuk menaikkan misalnya dari 10%, enggak mudah untuk nyari investor. Jadi ada masukan juga kalau bisa ada insentif,” katanya.
Adapun AEI saat ini tengah melakukan jajak pendapat kepada anggota asosiasi mengenai rencana penerapan kebijakan ini. Salah satu tantangan yang disorot AEI adalah daya serap pasar terhadap saham baru yang bakal diterbitkan nantinya.
Meskipun begitu, AEI menilai bahwa jika kebijakan ini mulai dijalankan pada 2026, pihaknya bakal mengikuti aturan tersebut. Namun, AEI mengatakan bahwa pihaknya butuh waktu yang lebih lama untuk mencari investor.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.