
Bursa Efek Indonesia (BEI) berupaya terus mendorong perusahan-perusahaan swasta dan BUMN agar melantai di pasar modal (initial public offering/IPO). Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, telah berkomunikasi dengan pihak swasta, BUMN, dan lembaga independen untuk meramu insentif apa saja yang dibutuhkan perusahaan agar mereka mau menjadi perusahaan terbuka.
“Apa hal-hal (insentif) yang butuh kita akomodasi sehingga harapannya nanti perusahaan-perusahaan baik state-owned enterprise (BUMN) maupun perusahaan private company dapat dengan nyaman masuk ke capital market dan kita dapat mengakomodasi needs dari mereka,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Senin (8/12).
Tentu saja, rencana ini harus diimbangi dengan regulasi dari pemerintah. Menurut Nyoman BEI secara umum pihaknya mendukung rencana kebijakan insentif bagi perusahaan yang akan melantai ini.
Menurutnya, melalui insentif ini diharapkan dapat mendorong perusahaan dengan aset jumbo berbondong-bondong mencatatkan sahamnya di pasar modal.
“Tujuannya relatif sama bagaimana kita mendorong perusahaan-perusahaan besar, perusahaan-perusahaan menengah, perusahaan-perusahaan kecil untuk dapat mengutilisasi pasar modal. Ini adalah timing yang tepat untuk masuk ke pasar modal,” imbuh Nyoman.
Tanggapi ‘Backdoor Listing’

Backdoor listing adalah proses di mana perusahaan swasta belum terdaftar di bursa efek (non-listed) mengakuisisi atau merger dengan perusahaan publik yang sahamnya sudah tercatat. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan status terdaftar tanpa melalui skema resmi IPO.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebut ada sejumlah skema yang memungkinkan praktik tersebut, termasuk melalui rights issue.
“Tapi yang kita emphasizing adalah bagaimana meyakinkan para pihak yang masuk adalah pihak yang memiliki willingness untuk membangun perusahaan dan yang kedua mereka ada aset untuk dapat mem-boosting pertumbuhan perusahaan,” ujar Nyoman.
Ia menegaskan dua aspek tersebut penting untuk memastikan keberlanjutan perusahaan setelah akuisisi. BEI juga memberi perhatian pada siapa pihak yang menjadi pengendali perusahaan tercatat.
“Kita yakinkan pertama tentu pengendali siapa pihak ini, pihak yang dalam konteks ini adalah capable, competent kemudian kedua punya willingness untuk membangun perusahaan ke depan,” katanya.
Dengan adanya aset yang disuntikkan melalui skema tersebut, BEI berharap perubahan yang terjadi bisa berdampak positif pada kinerja perusahaan dan menguntungkan pemegang saham.
“Tentunya yang kita harapkan adalah ada aset yang di-inject ke dalamnya sehingga memberikan perubahan terhadap perusahaan dan ujung-ujungnya apa yang memberikan atribusi balik kepada pemegang saham,” sambungnya.
Nyoman pun menyangkal istilah ‘back doorlisting‘ dan lebih tepat penyebutan sebagai aksi korporasi lain.
“Kalau kita melihat proses untuk menjadi perusahaan tercatat kan bisa directly menjadi perusahaan tercatat atau lewat mekanisme corporate action yang lain, teman-teman bilang backdoor. Istilah backdoor tentu tidak ada di kita, tapi mekanisme lain,” tegas Nyoman.