
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek sektor pulp dan kertas Indonesia hingga akhir 2025 dan sepanjang 2026 dinilai masih bergerak moderat, dengan kinerja yang sangat bergantung pada siklus harga pulp global dan pemulihan permintaan ekspor.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menilai volatilitas harga pulp yang belum sepenuhnya stabil menjadi tantangan utama bagi emiten di sektor ini, terutama dalam menjaga margin keuntungan.
“Pergerakan sektor pulp dan kertas masih sangat dipengaruhi oleh siklus harga pulp global. Ketidakstabilan harga pulp meningkatkan risiko, kecuali bagi emiten yang memiliki struktur biaya efisien dan terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Ekky kepada Kontan, Selasa (16/12/2025).
Dari sisi permintaan, Ekky melihat pemulihan bertahap pasar ekspor, khususnya dari Tiongkok dan kawasan Asia, masih menjadi penopang utama sektor ini. Permintaan terhadap produk kemasan dan tisu dinilai relatif lebih resilien dibandingkan segmen kertas cetak dan tulis.
IHSG Menguat 0,43% ke 8.686 pada Selasa (16/12), EMTK, DSSA, UNVR Top Gainers LQ45
Di antara emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, Ekky menilai PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) memiliki fundamental paling solid dan daya tahan kinerja terbaik.
Skala bisnis besar, integrasi aset hutan tanaman industri, serta portofolio produk yang beragam membuat kedua emiten tersebut lebih tahan terhadap fluktuasi harga pulp. Selain itu, ekspansi kapasitas yang mulai berkontribusi pada periode 2025-2026 berpotensi menjadi katalis pertumbuhan volume dan pendapatan.
Sementara itu, emiten lain seperti PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) dan PT Sriwahana Adityakarta Tbk (SWAT) dinilai lebih selektif dan sensitif terhadap efisiensi operasional. Adapun PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) menghadapi tantangan tambahan dari sisi isu lingkungan dan persepsi publik yang dapat memengaruhi sentimen pasar.
Terkait isu keberlanjutan, Ekky menilai aspek ESG dan regulasi kehutanan ke depan akan menjadi faktor pembeda utama di sektor pulp dan kertas. Emiten yang telah menerapkan praktik ESG dengan baik justru berpeluang memperoleh katalis positif melalui peningkatan daya saing ekspor dan akses pendanaan. Sebaliknya, perusahaan yang belum siap berisiko menghadapi tekanan kinerja dan sentimen pasar.
Dari sisi investasi, Ekky menyarankan strategi selektif dengan orientasi jangka menengah hingga panjang. Investor disarankan fokus pada emiten dengan fundamental kuat dan neraca keuangan sehat.
“INKP dan TKIM masih relatif menarik untuk dikoleksi, terutama jika terjadi rotasi dana ke saham-saham big caps pada 2026. Sebaliknya, saham pulp dan kertas dengan skala kecil dan risiko ESG tinggi perlu dicermati lebih hati-hati karena volatilitasnya cenderung lebih besar,” tutup Ekky.
Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,14% ke Rp 16.693 per Dolar AS pada Selasa (16/12)