BI Buka Peluang Pangkas BI Rate Lagi Tahun Ini Demi Genjot Ekonomi

Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) kini membuka peluang signifikan untuk kembali memangkas suku bunga acuannya, atau yang dikenal luas sebagai BI Rate, sebelum akhir tahun 2025. Langkah strategis ini dipertimbangkan matang sebagai upaya proaktif untuk lebih mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, BI Rate terpantau berada pada level 4,75%.

Keputusan potensial ini hadir setelah serangkaian kebijakan pelonggaran moneter yang telah ditempuh BI sebelumnya. Sejak September 2024, Bank Indonesia telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan secara akumulatif sebesar 150 basis poin (bps) atau 1,5%. Meskipun demikian, pada bulan Oktober 2025, BI memutuskan untuk menahan suku bunga di level 4,75%, memberikan jeda untuk mengevaluasi dampak kebijakan-kebijakan yang telah berlaku.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, secara eksplisit mengindikasikan adanya ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut. Dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta pada Senin (3/11/2025), Perry menegaskan, “Nah, kapan dan besarnya, itulah tentu saja yang kami pertimbangkan seberapa besar inflasi ke depan yang terkendali dan ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.” Pernyataan ini menggarisbawahi pendekatan BI yang hati-hati namun adaptif.

Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa pihaknya akan terus memantau dengan seksama efektivitas transmisi kebijakan moneter longgar yang sudah berjalan. Pengawasan juga akan difokuskan pada stabilitas nilai tukar rupiah serta prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Ini menunjukkan bahwa setiap keputusan pemangkasan suku bunga akan didasari oleh analisis komprehensif terhadap berbagai indikator ekonomi makro, demi menjaga keseimbangan dan stabilitas.

Gubernur BI dua periode ini juga menyoroti pentingnya melihat transmisi kebijakan suku bunga acuan terhadap penurunan suku bunga deposito dan kredit di perbankan, yang merupakan indikator vital efektivitas kebijakan. Selain itu, Perry turut memantau dampak dari ekspansi kebijakan moneter yang telah ia tempuh, seiring dengan stimulus fiskal dari Menteri Keuangan (Menkeu), termasuk injeksi Rp200 triliun ke likuiditas Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) pada September 2025. Sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal menjadi kunci untuk mencapai tujuan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Menyimpulkan pernyataannya, Perry kembali menegaskan optimisme, “Singkatnya kalau dari pertimbangan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, jawabannya iya, masih ada ruang untuk menurunkan BI rate lebih lanjut.” Namun, ia memberikan catatan penting bahwa waktu (timing) dan besaran pemangkasan akan sepenuhnya bergantung pada stabilitas nilai tukar rupiah serta bagaimana efektivitas transmisi kebijakan yang telah diterapkan.

Prospek ekonomi Indonesia sendiri menunjukkan optimisme dari kedua belah pihak. Baik Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan sama-sama memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2025 akan berada di atas 5%. Pemerintah memproyeksikan angka 5,2%, sementara BI menaksir pertumbuhan di atas titik tengah kisaran 4,7% hingga 5,5%. Angka-angka ini menjadi landasan kuat bagi pertimbangan BI dalam menyesuaikan kebijakannya di masa mendatang, demi memastikan momentum pertumbuhan tetap terjaga.