
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mendorong data atau jejak digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) bisa digunakan sebagai dasar penilaian kelayakan kredit atau credit scoring, termasuk di fintech peer to peer (P2P) lending.
Mengenai hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman menyambut positif pemanfaatan data transaksi keuangan, termasuk QRIS, sebagai data alternatif dalam penilaian kelayakan kredit di industri fintech lending.
“Namun, penerapannya perlu pendalaman dengan tetap memperhatikan pelindungan data pribadi, validitas data, dan prinsip kehati-hatian,” katanya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Selasa (11/11/2025).
Sementara itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga turut angkat bicara mengenai QRIS untuk penilaian kelayakan kredit di fintech lending. Nailul mengatakan pada prinsipnya semua data digital yang bisa menggambarkan perilaku konsumsi masyarakat, seperti QRIS, dapat dijadikan data alternatif untuk penilaian kelayakan kredit atau credit scoring, termasuk di fintech lending.
Pembayaran Pakai QRIS Makin Jadi Pilihan Ketika Bepergian ke Luar Negeri
Nailul menyebut data QRIS juga bisa menjadi salah satu data pembentuk credit scoring bagi calon borrower di fintech lending, tak terkecuali pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Data transaksi lewat QRIS bisa digunakan untuk melihat keberlangsungan bisnis UMKM. Ketika data transaksi meningkat dari hari ke hari, tentu akan menjadi nilai positif di credit scoring-nya,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (4/11/2025).
Begitu juga untuk borrower individu, Nailul berpendapat lewat data QRIS, platform bisa melihat transaksi pembelian si borrower untuk dapat memperkirakan pendapatan per bulannya. Dengan demikian, dia bilang bisa terlihat seberapa besar pendapatan borrower yang bisa digunakan untuk membayar cicilan.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Juda Agung menjelaskan bahwa dasar credit scoring dibantu oleh teknologi kecerdasan imitasi atau artificial intelligence (AI). Oleh sebab itu, dia meyakini AI punya potensi besar dalam memperluas akses keuangan masyarakat.
QRIS Dapat Menjadi Data Alternatif untuk Penilaian Kelayakan Kredit
Juda menjelaskan bahwa teknologi AI dapat mengolah jejak digital transaksi keuangan yang tercipta dari penggunaan sistem pembayaran digital, seperti QRIS. Nantinya, data olahan AI tersebut akan menjadi basis alternative credit scoring alias penilaian kredit alternatif.
Juda mencontohkan, pelaku UMKM yang sudah menggunakan QRIS akan meninggalkan jejak digital, seperti besaran pemasukan, pengeluaran, penyimpanan, hingga jumlah pelanggan.
“Jejak-jejak digital keuangan dari si ibu (pelaku UMKM) bisa diubah oleh AI menjadi suatu akses keuangan, ketika ibu itu memerlukan pinjaman dari bank atau pinjaman dari fintech lending, yang sering sekarang disebut dengan alternative credit scoring,” ucapnya dalam acara FEKDI & IFSE 2025 di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Juda menilai langkah tersebut sejalan dengan arah kebijakan BI dalam mendorong transformasi digital sistem pembayaran dan memperluas inklusi keuangan.
Bisa Dipakai Lintas Negara, Transaksi QRIS Makin Membesar