IHSG Sering Cetak Rekor Baru, Mampu Tetap Kinclong hingga Akhir Tahun?

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan kerap mencetak rekor-rekor baru setidaknya dalam sebulan perdagangan terakhir. Apakah IHSG masih mampu kinclong hingga akhir tahun?

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG memang turun sebesar 0,29% ke level 8.366,51 pada perdagangan hari ini, Selasa (11/11/2025). Namun, IHSG masih tetap kokoh di zona hijau, naik 18,17% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.

IHSG pun kerap mencatatkan rekor-rekor baru setidaknya dalam sebulan perdagangan terakhir. Pada perdagangan awal pekan ini, Senin (10/11/2025), IHSG sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah (all time high/ATH) intraday di level 8.478.

IHSG pun mencatatkan ATH teranyar pada penutupan pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (7/11/2025) di level 8.394,59.

Equity Research Analyst OCBC Sekuritas Farell Nathanael mengatakan seiring dengan IHSG mencatatkan rekor-rekor baru, akan terjadi koreksi wajar dalam jangka pendek.

“Ada kemungkinan koreksi nanti, karena kami lihat level saat ini sudah cukup tinggi juga. Jadi, kami rasa mungkin dalam jangka pendek, ada kemungkinan koreksi, tapi tetap di atas 8.000,” ujar Farell usai acara Premium Market Talks di Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Faktor koreksi menurutnya adalah mulai lesunya saham-saham yang telah menjadi penopang IHSG sepanjang 2025. Sebab, valuasi saham-saham penopang indeks sudah kemahalan.

: Citigroup Ramal IHSG Bakal Naik 10% pada 2026, Tembus Level 9.250

Adapun, OCBC Sekuritas sendiri memproyeksikan IHSG akan mencatatkan tren penguatan pada awal 2026. OCBC Sekuritas optimistis indeks setidaknya bisa melenting ke level 9.100 pada tahun depan. 

Farell menerangkan, pergerakan IHSG hingga November 2025 merepresentasikan kesempatan akumulasi saham di tengah kondisi makroekonomi nasional yang solid meski ekonomi global menunjukkan sentimen negatif. 

“Kami memperkirakan IHSG akan mencapai Rp9.100 pada 2026. Saham-saham bluechip di indeks IDX30 dan MSCI masih undervalue,” katanya.

Sejumlah program bantuan sosial pemerintah menjadi penopang ekonomi yang pada gilirannya berdampak ke bullish pasar saham, antara lain program makan bergizi gratis, 3 juta rumah, investasi pemerintah yang dipacu via Danantara, serta hilirisasi industri yang menjanjikan. 

Sementara itu, OCBC Sekuritas juga memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pemerintah akan berada di angka 5% untuk keseluruhan 2025. 

Pada 2026, pertumbuhan PDB diperkirakan melambat ke level 4,8% karena stimulus-stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah dinilai belum akan menunjukkan hasil yang diharapkan. Inflasi rata-rata 2025 diproyeksi sekitar 2%, dan naik menjadi 2,7% pada 2026. 

Adapun, terkait kebijakan moneter, Farell memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan dua kali memangkas suku bunga pada sisa tahun ini, yakni masing-masing 25 basis poin pada November dan Desember 2025. 

“Artinya kalau [suku bunga] BI turun terus, uang ini akan lari ke equity. Dari zona risiko rendah, [investor] bakal beralih ke risiko tinggi untuk mencari yield yang lebih baik,” katanya.

Sementara, Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan terdapat sejumlah faktor yang menjadi pendorong IHSG kerap kali mencetak rekor-rekor baru akhir-akhir ini.

“Pendorong utamanya foreign net buy [nilai beli bersih asing] yang konsisten. Fokus ke big caps seperti BREN [PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dan lainnya di grup konglomerasi Barito, bank jumbo, hingga bluechips old school seperti TLKM [PT Telkom Indonesia Tbk.], GGRM [PT Gudang Garam Tbk.], dan HMSP [PT HM Sampoerna Tbk.],” kata Liza kepada Bisnis pada Selasa (11/11/2025).

Ditambah, terdapat dukungan fundamental domestik seperti pertumbuhan ekonomi di atas ekspektasi, PMI manufaktur ekspansif, neraca perdagangan, serta katalis rebalancing MSCI.

Kiwoom Sekuritas memproyeksikan IHSG hingga akhir 2025 mampu mencapai target di level 8.600, jika aliran asing berlanjut, nilai tukar rupiah terkendali, dan data makro domestik tetap solid.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.