
Pemerintah berencana mewajibkan industri pengolahan dan peleburan (smelter) logam untuk memasang Radiation Portal Monitor (RPM). Hal ini untuk mencegah terjadi lagi kontaminasi Cesium-137 di tempat lainnya di Indonesia.
RPM merupakan peralatan pendeteksi radiasi yang terpasang tetap. Alat ini dirancang untuk mendeteksi adanya sumber radiasi gamma dan neutron pada kendaraan/truk kontainer yang melintasi gerbang RPM. Alat ini juga berfungsi untuk mengaktifkan sinyal alarm jika terdapat kendaraan dan truk yang membawa bahan nuklir atau zat radioaktif.
“Jadi nanti akan diwajibkan untuk memasang RPM di industri yang menggunakan besi tua (scrap metal). Jadi menyasar industri terkait logam,” kata Direktur Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Bapeten, Nur Syamsi Syam dalam media briefing, Kamis (4/12).
Dia menyebut pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah mengeluarkan surat edaran terkait kewajiban ini. Hal ini dilakukan sebab industri logam memang berada di bawah pengawasan Kemenperin.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137 dan Masyarakat Beresiko Terdampak menyampaikan berdasarkan keterangan dan kesimpulan sementara, asal-usul pencemaran Cesium 137 berasal dari PT. Peter Metal Technology (PMT).
PT PMT merupakan pabrik peleburan logam stainless steel. Perusahaan ini mulai beroperasi pada September 2024 dan berhenti beraktivitas pada Juli 2025.
“Kami sudah menemukan akar masalahnya (berasal dari industri peleburan). Supaya tidak terjadi lagi kasus serupa, maka dibuatlah kebijakan kewajiban pemasangan RPM,” kata Asisten Deputi Keamanan dan Mutu Pangan dan Gizi Kemenko Pangan RI, Sabbat Christian Jannes.
Selain pemasangan RMP Sabbat menyebyt industri smelter juga diwajinkan untuk mengecek apakah barang produksi yang sudah jadi itu mengandung cesium atau tidak.
Tersangka Kontaminasi Cesium-137
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri telah menetapkan tersangka Lin Jingzhang ,yang merupakan warga negara Cina, sebagai tersangka kontaminasi zat radioaktif Cesium-137 di Kawasan Industri Cikande, Banten. Tersangka terancam hukuman 3-10 tahun penjara dan denda Rp 8 miliar.
Hal ini disebabkan karena kontaminasi ini berasal dari PT PMT, dimana Lin Jingzhang memegang jabatan sebagai Direktur di perusahaan tersebut.
“Bareskrim POLRI juga sudah mengajukan pencekalan atas nama yang bersangkutan ke Dirjen Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Menindaklanjuti permintaan tersebut, Dirjen Imigrasi sudah mencekal yang bersangkutan untuk bepergian ke luar negeri,” kata Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137 dan Masyarakat Beresiko Terdampak, Bara Krishna Hasibuan dalam media briefing, Kamis (4/12).
Bara menyebut saat ini Direktorat Tipidter Bareskrim POLRI masih terus melakukan pendalaman kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
Selain penetapan tersangka Bara juga menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan dan kesimpulan sementara, asal-usul pencemaran Cesium 137 dI PT. PMT, Cikande berasal dari sumber dalam negeri. Cemaran ini terjadi melalui pembelian barang bekas/rongsok.
“Dimana dalam rongsokan tersebut tercampur peralatan bekas penggunaan industri di dalam negeri yang mengandung Cesium-137. Baik diperoleh secara legal maupun ilegal,” ujarnya.
Rongsokan ini juga tidak melalui proses penyimpanan pengawasan dan pelimbahan atau disposal secara benar sesuai aturan ketentuan yang berlaku. Seharusnya, penggunaan alat tersebut dalam kebutuhan industri dalam negeri harus melalui ketentuan dan persyaratan yang dikeluarkan pemerintah melalui Bapeten.