Harga CPO Tertekan Pelemahan Ringgit pada Perdagangan Kamis (28/8)

Harga minyak sawit berjangka (CPO) Malaysia kembali menunjukkan tekanan, bergerak di bawah level MYR 4.500 per ton setelah sempat mencatatkan kenaikan moderat pada sesi sebelumnya. Fluktuasi ini mencerminkan dinamika pasar global yang terus berubah, memengaruhi harga komoditas utama ini.

Pada Kamis (28/8), harga CPO ditutup di angka RM 4.433 per ton, melorot 1,20% dibandingkan sehari sebelumnya. Pelemahan ini utamanya dipicu oleh tekanan ganda: penguatan nilai tukar Ringgit Malaysia yang membuat komoditas ini lebih mahal bagi pembeli asing, serta tren penurunan harga minyak nabati kompetitor di bursa Dalian dan Chicago.

Dari sisi pasokan, Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA) melaporkan adanya kenaikan moderat pada produksi minyak sawit mentah selama periode 1 hingga 20 Agustus. Angka produksi ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada bulan Juli, menunjukkan peningkatan ketersediaan komoditas di pasar.

Namun, gambaran permintaan global menunjukkan tantangan, terutama dari kawasan Uni Eropa. Data terbaru memperlihatkan impor minyak sawit Uni Eropa anjlok 34% secara tahunan (yoy) menjadi 352.275 ton pada musim 2025–2026 yang dimulai Juli. Penurunan signifikan ini adalah cerminan langsung dari implementasi aturan keberlanjutan yang semakin ketat di kawasan tersebut, membatasi akses pasar bagi produk kelapa sawit.

Putusan Panel WTO Bisa Memperluas Akses Pasar Produk Minyak Sawit Indonesia

Meski demikian, tekanan terhadap harga CPO sedikit tertahan berkat adanya permintaan yang kuat dari pasar lain. Para surveyor kargo melaporkan peningkatan signifikan pada ekspor minyak sawit Malaysia, dengan estimasi kenaikan antara 10,9% hingga 16,4% selama periode 1–25 Agustus, menunjukkan adanya rebound permintaan di beberapa wilayah.

Sentimen positif juga datang dari India, importir minyak sawit terbesar di dunia, yang menunjukkan tanda-tanda peningkatan pembelian. Permintaan yang meningkat ini diperkirakan akan berlanjut menjelang perayaan Diwali pada pertengahan Oktober, memberikan dukungan tambahan bagi pasar komoditas ini.

Di tengah fluktuasi pasar, terdapat perkembangan penting dalam lanskap perdagangan global yang dapat memengaruhi industri kelapa sawit. Amerika Serikat (AS) telah menyetujui pembebasan tarif 19% untuk beberapa produk agro utama Indonesia, termasuk minyak sawit, yang membuka peluang pasar lebih luas. Sementara itu, Malaysia juga menegaskan bahwa mereka memiliki rencana darurat komprehensif untuk melindungi ekspornya di bawah aturan deforestasi baru yang diberlakukan oleh Uni Eropa, menunjukkan upaya adaptasi produsen utama terhadap regulasi internasional.