Harga minyak mentah tertekan negosiasi damai Rusia-Ukraina dan rapat The Fed

Ussindonesia.co.id , YOGYAKARTA – Harga minyak dunia kembali melemah seiring dengan sikap pasar yang mencermati negosiasi damai Rusia–Ukraina, kekhawatiran pasokan berlebih, dan menanti keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed).

Melansir Reuters pada Rabu (10/12/2025), harga minyak mentah jenis Brent turun 55 sen atau 0,88% ke level US$61,94 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 63 sen atau 1,07% menjadi US$58,25 per barel.

Kedua kontrak tersebut telah terkoreksi lebih dari US$1 per barel pada perdagangan Senin setelah Irak memulihkan produksi di ladang minyak West Qurna 2 milik Lukoil, salah satu ladang minyak terbesar di dunia.

: Harga Emas Dunia Hari Ini Naik jelang Keputusan Bunga The Fed, Perak Cetak Rekor

Dalam perkembangan geopolitik, Ukraina menyatakan akan menyampaikan rencana perdamaian terbaru kepada AS menyusul pertemuan di London antara Presiden Volodymyr Zelenskiy dengan para pemimpin Prancis, Jerman, dan Inggris.

Kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia berpotensi membuka jalan pencabutan sanksi internasional terhadap perusahaan Rusia, sehingga pasokan minyak global yang sebelumnya dibatasi dapat kembali mengalir ke pasar.

: : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini Rabu 10 Desember 2025

“Banyak pelaku pasar menilai Rusia tidak serius ingin mencapai kesepakatan damai dan hanya berupaya mengulur waktu,” ujar Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates.

Pada Selasa, sekitar separuh warga ibu kota Ukraina, Kyiv, dilaporkan mengalami pemadaman listrik setelah serangan terbaru Rusia terhadap sistem energi negara tersebut.

: : Intip Deretan Saham Prospektif dengan Harga Obral untuk 2026!

Sementara itu, negara-negara G7 bersama Uni Eropa tengah membahas rencana untuk menggantikan batas harga ekspor minyak Rusia dengan larangan penuh layanan maritim, guna menekan pendapatan minyak Moskow, menurut sumber yang mengetahui pembahasan tersebut.

Tekanan tambahan terhadap harga minyak datang dari lonjakan pasokan global yang kini mengapung di laut. Kepala analis komoditas SEB, Bjarne Schieldrop, mengatakan volume kargo minyak di laut meningkat sekitar 2,5 juta barel per hari sejak pertengahan Agustus dan masih terus bertambah. “Satu-satunya alasan Brent belum jatuh lebih dalam dan lebih cepat adalah sanksi AS terhadap Rosneft dan Lukoil,” katanya.

Fokus ke Laporan IEA dan Keputusan The Fed

Perhatian pasar kini tertuju pada laporan bulanan International Energy Agency (IEA) yang akan menjadi petunjuk arah prospek pasokan global.

Analis senior OANDA, Kelvin Wong, menyebut laporan pasar minyak IEA edisi Desember yang akan dirilis pada 11 Desember berpotensi menjadi katalis berikutnya bagi pergerakan harga.

“Dalam sejumlah proyeksi sebelumnya, IEA telah menyoroti potensi surplus pasokan rekor pada 2026. Jika peringatan itu kembali ditegaskan, harga WTI bisa melemah untuk menguji area support di kisaran US$56,80–US$57,50 per barel,” jelasnya.

Dari AS, survei Reuters menunjukkan persediaan minyak mentah diperkirakan turun pada pekan lalu, sementara stok distilat dan bensin justru berpeluang meningkat.

Data persediaan mingguan dari American Petroleum Institute (API) dijadwalkan rilis Selasa, disusul laporan resmi dari Energy Information Administration (EIA) pada Rabu.

Selain itu, pasar juga menantikan keputusan kebijakan Federal Reserve yang akan diumumkan pada Rabu, dengan peluang 87% terjadinya pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.

Penurunan suku bunga umumnya dipandang positif bagi permintaan minyak karena biaya pinjaman menjadi lebih murah, meski sejumlah analis masih berhati-hati menilai besarnya dampak kebijakan tersebut terhadap harga minyak dalam jangka pendek.