Ussindonesia.co.id Gelombang aksi demonstrasi yang berujung pada korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8) sontak memicu kepanikan signifikan di sektor pasar modal Indonesia, yang efeknya masih terasa hingga penutupan perdagangan Jumat (29/8). Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kemerosotan tajam, mencerminkan kekhawatiran mendalam pelaku pasar terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Hingga penutupan perdagangan bursa hari itu, IHSG anjlok sebesar 121,60 poin, atau setara dengan minus 1,53 persen, dan menetap di level 7.830,49. Data menunjukkan dominasi tekanan jual, di mana sebanyak 630 saham terkoreksi, 190 saham stagnan, dan hanya 136 saham yang berhasil mencatat kenaikan.
Analis pasar modal Hans Kwee menjelaskan bahwa aksi demonstrasi yang menimbulkan korban jiwa ini menjadi pemicu utama ketakutan di kalangan pelaku pasar. Menurut Hans, kekhawatiran ini bukanlah karena faktor ekonomi langsung, melainkan karena potensi dampak demo ekonomi terhadap aktivitas bisnis dan kestabilan makroekonomi secara keseluruhan.
“Demo ini terkesan anarki dan menimbulkan korban jiwa. Tentu ini menyebabkan pasar khawatir. Takutnya demo mengganggu stabilitas ekonomi,” ujar Hans kepada Jawa Pos. Fenomena ini, lanjut Hans, memiliki potensi besar untuk mengganggu kinerja ekonomi, khususnya di Jakarta yang merupakan pusat aktivitas bisnis, dan pada akhirnya memengaruhi pertumbuhan ekonomi serta kinerja emiten.
Kondisi ini diperparah dengan banyaknya perkantoran dan pusat kegiatan ekonomi di Jakarta yang terpaksa tutup lebih awal atau meliburkan karyawan. Situasi tersebut secara langsung mengganggu aktivitas bisnis harian, berpotensi menurunkan kinerja perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa, dan secara berantai berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Hans, yang juga seorang dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti, menegaskan bahwa inilah yang menyebabkan pasar mengalami kepanikan dan tekanan jual yang kuat.
Lebih lanjut, Hans Kwee memprediksi bahwa IHSG berpotensi bergerak menuju level teknikal titik breakout di kisaran 7.680 pada pekan ini. Jika tekanan jual terus berlanjut tanpa henti, tidak menutup kemungkinan IHSG akan menembus level krusial tersebut ke bawah, yang pada gilirannya dapat memicu aksi jual lanjutan yang lebih masif.
Kekhawatiran terbesar pasar, menurut Hans, adalah jika situasi ini berlarut-larut dan eskalasinya berubah menjadi kerusuhan berskala besar, mirip dengan peristiwa tragis pada tahun 1998. Skenario tersebut, jika terjadi, berpotensi besar memicu arus keluar dana asing secara masif dari Indonesia.
“Ini tentu akan sangat memukul ekonomi Indonesia, menyebabkan dana asing keluar, investor dalam negeri panik, dan melumpuhkan ekonomi yang berimbas pada rakyat kecil lebih besar,” terang Hans, memperingatkan dampak spiral ke bawah yang dapat terjadi.
Menanggapi pelemahan pasar ini, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai bahwa hal tersebut merupakan respons yang wajar dari pasar terhadap dinamika yang sedang berkembang. Ia menyampaikan harapan agar situasi segera kondusif demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2025.
“Kita berharap kuartal III harus kita dorong lebih tinggi lagi, ini sudah akhir Agustus, kesempatannya tinggal di September,” katanya, menekankan urgensi stabilitas untuk mencapai target pertumbuhan. Untuk mengantisipasi gejolak pasar lebih lanjut, pemerintah bersama otoritas terkait telah menyiapkan sejumlah instrumen strategis guna menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Terkait penurunan IHSG, Susiwijono menegaskan bahwa pasar memiliki mekanisme tersendiri dalam merespons dinamika yang terjadi. “Jadi, kalau respons masalah IHSG, saya kira market sudah punya mekanisme sendiri untuk merespons itu. Tapi kita berharap mudah-mudahan kondusif,” imbuhnya, seraya mengemukakan keyakinan pada daya resiliensi pasar namun tetap menaruh harapan besar pada terciptanya kondisi yang damai dan stabil.