
Ussindonesia.co.id Kapitulasi penambang Bitcoin (Bitcoin miner capitulation) belakangan ini berpotensi menjadi sinyal bahwa harga Bitcoin mendekati titik bawah (bottom).
Melansir Cointelegraph Selasa (23/12/2025), hal ini disampaikan oleh analis VanEck yang menilai penurunan hashrate historis kerap diikuti reli harga Bitcoin.
Dalam laporan terbarunya, analis kripto VanEck menyebutkan hashrate Bitcoin turun sekitar 4% dalam satu bulan hingga 15 Desember.
Penurunan ini dinilai sebagai sinyal kontrarian yang secara historis bersifat bullish bagi pergerakan harga Bitcoin.
MNC Tourism Indonesia (KPIG) Rampungkan Private Placement, Kantongi Rp 250 Miliar
“Ketika tekanan hashrate berlangsung dalam periode yang lebih panjang, imbal hasil Bitcoin ke depan cenderung lebih sering positif dan dengan magnitudo yang lebih besar,” tulis Head of Crypto Research VanEck Matt Sigel bersama Senior Investment Analyst Patrick Bush, Senin (22/12).
Berdasarkan data VanEck, sejak 2014 imbal hasil Bitcoin dalam 90 hari ke depan tercatat positif sebanyak 65% ketika hashrate turun dalam 30 hari sebelumnya.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan probabilitas kenaikan 54% saat hashrate justru meningkat.
Pola serupa juga terlihat dalam jangka yang lebih panjang. Ketika pertumbuhan hashrate 90 hari berada di zona negatif, Bitcoin mencatatkan imbal hasil positif dalam 180 hari ke depan sebanyak 77% dengan rata-rata kenaikan mencapai 72%.
Dominasi Wall Street Angkat Kripto di 2025, Bagaimana Prospek Permintaan 2026?
Angka tersebut melampaui kinerja Bitcoin saat hashrate tumbuh positif, yang hanya mencatatkan peluang kenaikan 61%.
Sentimen ini menjadi angin segar bagi para penambang Bitcoin, mengingat kenaikan harga berpotensi memperlebar margin keuntungan atau menghidupkan kembali aktivitas penambangan yang sebelumnya tidak lagi ekonomis.
Saat ini, harga Bitcoin berada di kisaran US$88.400, turun hampir 30% dari rekor tertingginya pada 6 Oktober lalu di level US$126.080, berdasarkan data CoinGecko.
VanEck juga menyoroti tekanan berat yang dialami sektor penambangan. Harga impas listrik (breakeven electricity price) untuk mesin Bitmain S19 XP, salah satu rig penambangan Bitcoin paling popular turun hampir 36%, dari US$0,12 per kWh pada Desember 2024 menjadi sekitar US$0,077 per kWh per pertengahan Desember 2025.
Penurunan hashrate 4% tersebut merupakan yang terdalam sejak April 2024 dan diduga dipicu oleh penutupan sekitar 1,3 gigawatt kapasitas penambangan di China.
Rekomendasi Saham BRI Danareksa Selasa (23/12): Buy ANTM, NCKL, AMRT, dan Sell PJHB
VanEck memperkirakan sebagian kapasitas listrik itu akan dialihkan untuk memenuhi lonjakan permintaan sektor kecerdasan buatan (AI), yang berpotensi memangkas hingga 10% hashrate Bitcoin global.
Meski demikian, VanEck mencatat sejumlah negara masih aktif mendukung aktivitas penambangan Bitcoin.
Diperkirakan setidaknya 13 negara kini terlibat atau mendukung industri ini, antara lain Rusia, Prancis, Bhutan, Iran, El Salvador, Uni Emirat Arab, Oman, Ethiopia, Argentina, Kenya, hingga Jepang.