Penjatahan saham IPO 10% per investor bisa tekan listing gain, ini kata AEI

Ussindonesia.co.id JAKARTA – Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menanggapi perubahan regulasi yang mengatur alokasi penjatahan dalam penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO).

Melalui SEOJK Nomor 25 Tahun 2025 yang efektif berlaku mulai 17 November 2025, porsi saham IPO kini dibagi dengan rasio 1:1 antara investor ritel dan institusi dalam skema penjatahan terpusat (pooling). Selain itu, terdapat batas maksimal 10% dari total saham IPO yang bisa dipesan oleh satu investor ritel.

Ketentuan baru tersebut membatasi investor ritel dengan modal jumbo mendominasi pembelian. Dengan begitu, konsentrasi saham di segelintir pemain besar berkurang, dan potensi kenaikan besar-besaran harga saham di detik-detik perdagangan (listing gain) bisa jadi tak semeriah sebelum ada regulasi baru ini.

: Saham Indokripto (COIN) Sudah Terbang 3.990% dari Harga IPO Rp100

Menanggapi hal ini, Ketua Umum AEI Armand Wahyudi Hartono menilai dampak dari ketentuan baru tersebut hanya minor. “Kita ikuti regulasinya, tidak ada [dampak] major,” ujarnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Adapun, jumlah perusahaan IPO semakin susut pasca pecah rekor pada 2023 dengan 79 perusahaan melantai di bursa. Pada 2024, jumlah perusahaan yang go public mengecil hanya 41. Bahkan di tahun ini, target IPO yang dikoreksi ke bawah dari 66 menjadi 45, baru terealisasi 24 hingga November.

Dalam konteks upaya perusahaan menggalang dana publik melalui IPO, Armand menilai regulasi terbaru OJK tersebut juga tidak signifikan memberi dampak. Menurutnya, jumlah IPO yang semakin kecil dari tahun ke tahun tersebut lebih disebabkan oleh kondisi iklim usaha saat ini.

“Itu tergantung perusahaannya mana yang memang butuh modal. Dunia bisnisnya juga kan lagi menantang,” tandasnya.

Sementara itu, Ajaib Sekuritas membedah keuntungan dan kerugian bagi investor ritel dari berlakunya ketentuan baru OJK. Dari sisi keuntungan, ada peluang yang lebih adil antar investor. Dengan batasan maksimal 10% per investor, tidak ada lagi yang bisa menyedot sebagian besar saham. 

Kedua, adanya perlindungan saat IPO oversubscribed. Ketika saham IPO sangat diminati, porsi untuk investor ritel otomatis bertambah besar. SEOJK 25/2025 mengatur jika suatu IPO mengalami oversubscribed atau kelebihan permintaan mencapai 25 kali lipat atau lebih, persentase saham untuk penjatahan terpusat akan naik secara otomatis. Peningkatan ini diambil dari porsi yang sebelumnya dialokasikan untuk investor institusi.

Ketiga, Ajaib Sekuritas menilai regulasi baru ini membuat pasar semakin sehat. Distribusi saham yang lebih merata ke banyak tangan diharapkan dapat mengurangi volatilitas atau gejolak harga ekstrem di hari-hari pertama perdagangan.

Sementara itu, dampak yang berpotensi merugikan bagi investor ritel antara lain adalah alokasi per investor bisa menjadi lebih kecil. Karena dibagi ke lebih banyak orang, jumlah lot saham yang didapatkan dari satu IPO bisa saja lebih sedikit daripada yang dipesan di penawaran awal. 

Kedua, kenaikan instan yang selama ini menjadi strategi investor ritel mencari keuntungan mungkin akan lebih terkendali. 

“Dengan berkurangnya konsentrasi saham di segelintir pemain besar, potensi kenaikan harga spektakuler di menit-menit pertama perdagangan mungkin tidak semenarik dulu. Namun, pergerakan harga yang dihasilkan justru dianggap lebih berkualitas,” tulis Ajaib Sekuritas.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.