Rapor kinclong saham IPO 2025, dari RATU, CDIA, hingga EMAS

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Sejumlah saham emiten baru yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2025 mencatat kenaikan harga saham yang signifikan, seperti PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU) hingga PT Merdeka Gold Resources Tbk. (EMAS). 

Berdasarkan data Bloomberg, harga saham RATU melonjak 819,57% sejak initial public offering (IPO) pada Januari 2025 ke level Rp10.575 per saham pada perdagangan Senin (15/12/2025). Harga saham PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK) juga melonjak 114,90% sejak IPO ke Rp8.725 per lembar.

Kemudian, harga saham PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) melonjak 868,42% sejak IPO ke level Rp1.840 per lembar. Harga saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN) bahkan terbang 3.700% sejak IPO ke level Rp3.800 per lembar.

PT Merdeka Gold Resources Tbk. (EMAS) yang baru IPO pada September 2025 mencatatkan penguatan harga saham 89,24% ke level Rp5.450 per lembar pada perdagangan hari ini.

Mengacu data BEI, sampai dengan 5 Desember 2025, telah terdapat 24 perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa dengan dana yang dihimpun Rp15,21 triliun. Meskipun jumlah realisasi IPO itu masih di bawah capaian 2024 sebanyak 41 perusahaan, nilai raupan dana IPO tahun ini lebih tinggi dibandingkan capaian keseluruhan 2024 sebesar Rp14,3 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan pada tahun ini memang terdapat fokus penguatan kualitas emiten, bukan semata mengejar jumlah. 

“OJK bersama BEI menekankan agar emiten yang melakukan IPO memiliki fundamental yang kuat, tata kelola yang baik, serta keberlanjutan usaha yang memadai, sehingga kredibilitas emiten tetap terjaga dan kepentingan investor terlindungi,” kata Inarno dalam jawaban tertulis akhir pekan lalu, Jumat (12/12/2025).

: Barisan Jenderal di Tambang Pelat Merah, dari MIND ID, TINS hingga Antam

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna juga mengatakan secara umum, kondisi geopolitik global telah memengaruhi minat perusahaan untuk IPO.  

“Di belahan dunia itu yang terjadi memang penurunan dari sisi jumlah perusahaan tercatat di Bursa. Di Indonesia tetap bertumbuh, 1% sampai dengan saat ini. Sementara di tempat lain itu malah turun,” kata Nyoman pada beberapa waktu lalu (6/11/2025) di Gedung BEI. 

Berdasarkan dari data World Federation of Exchanges, jumlah perusahaan tercatat di BEI tumbuh 0,95% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) per Agustus 2025, lebih tinggi dibandingkan bursa di Thailand, Filipina, Vietnam, maupun Singapura yang justru mencatat penurunan pertumbuhan jumlah perusahaan tercatat.  

“Yang menarik di Bursa Efek Indonesia ini adalah dari sisi jumlah memang kami turun, namun ingat, dari sisi average fundraising-nya meningkat,” ujar Nyoman. 

Nyoman mengatakan peningkatan nilai IPO pada tahun ini terdorong oleh ramainya IPO dengan kategori mercusuar atau lighthouse seperti RATU hingga CDIA.

Adapun, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto mengatakan mengacu lonjakan harga saham emiten baru IPO itu, terdapat kecenderungan investor akan menilai kekuatan dari konglomerasi atau pengendali di balik emiten baru IPO. 

Sejumlah saham IPO tahun ini memang merupakan bagian dari konglomerasi besar. Saham CDIA misalnya merupakan afiliasi dari konglomerasi taipan Prajogo Pangestu. Lalu, RATU merupakan besutan taipan Happy Hapsoro. 

“Jadi orang kembali lagi liat owner, karena nanti ketahuan grup-grup yang maintain harga. Lihat siapa di balik perusahaan IPO,” kata Rully.

: OJK Optimistis 2026 Jadi Tahun Ramai IPO dan Rights Issue

Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan lonjakan harga saham COIN, CDIA, hingga RATU setelah penawaran saham perdana ke publik atau IPO didorong oleh narasi yang dibangun oleh emiten kepada pelaku pasar. Lalu, fundamental pun dinilai penting. Pasar akan menilai kinerja bisnis, valuasi, serta kinerja secara sektoral.

“Kemudian, ada ekspetasi terhadap saham baru. Karena kalau bicara narasi yang dibangun kuat, fundamental mendukung, otomatis ekspektasi tinggi. Misal CDIA semuanya kuat,” ujar Nico kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu. 

Selain itu, terdapat dukungan dari sosok di belakang emiten tersebut, seperti konglomerat atau entitas induk yang kuat.

Adapun, ke depan setidaknya sampai akhir tahun ini dia menilai saham CDIA, RATU, dan lainnya masih mempunyai potensi penguatan. Namun, harus diimbangi valuasi di masa mendatang. 

“Kalau sektornya bagus, bisnisnya bagus, apalagi unik. Kemudian findamentalnya mesti dilihat. Kalau jangka pendek saat ini memang sudah mahal. Tapi kalau jangka panjang fundamental masih meyakinkan bisa saja masih ada penguatan,” ujar Nicodemus.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.