Ussindonesia.co.id JAKARTA. Saham bank-bank bermodal jumbo atau kerap dikenal big banks secara mengejutkan mengalami lonjakan yang signifikan. Bahkan, meroketnya saham bank ini turut menjadi penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup melesat 2,19% menjadi 8.088 pada akhir perdagangan Senin (20/10/2025).
Menariknya, penguatan saham ini terjadi tepat di peringatan satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto. Di mana, kenaikan mayoritas saham-saham big banks ini tetap diwarnai langkah investor asing yang tetap melakukan aksi jual.
Sebut saja, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang pada perdagangan di awal pekan ini mengalami kenaikan tertinggi dibandingkan bank jumbo lainnya. Bank berlogo 46 ini naik sekitar 6,32% dibandingkan harga penutupan akhir pekan lalu menjadi Rp 4.040 per saham.
Meski meroket, BBNI tetap mencatatkan net foreign sell yang cukup besar di awal pekan ini mencapai Rp 66,4 miliar. Ini menambahkan catatan keluarnya asing di BBNI sepanjang 2025 berjalan mencapai Rp 4,96 triliun.
Saham BBTN Memimpin Penguatan Saham Bank Hari Ini, Senin (20/10/2025)
Selanjutnya, ada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang mengalami penguatan terbesar kedua di antara big banks. Bank berlogo pita emas ini melesat hingga 6,17% dari akhir pekan lalu menjadi Rp 4.300 per saham.
Sama halnya dengan BBNI, saham Bank Mandiri juga masih ditinggalkan oleh investor asing. Bahkan, net foreign sell yang terjadi di BMRI menjadi yang terbesar di sektor perbankan mencapai Rp 252,41 miliar untuk satu hari saja.
Tak mau kalah, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ikut melesat menyusul big banks lainnya. Saham BRI telah menguat sekitar 5,14% menjadi Rp 3.680 dan juga mencatatkan net foreign sell senilai Rp 30,33 miliar.
Terakhir, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) turut mengalami kenaikan 5% dan menjadikan harga sahamnya mencapai Rp 7.875 per saham. Bahkan, dalam perdagangan intraday, saham bank swasta terbesar di Indonesia ini sempat mencapai Rp 8.000 per saham.
BBCA menjadi satu-satunya big banks yang mencatatkan net foreign buy di awal pekan ini. Di mana, asing tercatat melakukan beli untuk BBCA mencapai Rp 894,09 miliar.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengingatkan bahwa tekanan capital outflow masih cukup masif belakangan ini. Terlebih, perbankan menjadi sasaran utama karena memiliki bobot asing yang cukup besar di antara sektor lain.
Di sisi lain, ia melihat secara fundamental big banks, utamanya bank pelat merah, bisa dikatakan dalam kondisi yang tidak bagus di tahun ini. Namun, ada harapan hal tersebut membaik seiring dengan pemangkasan suku bunga dan harapan ekonomi melaju lebih kencang di tahun depan.
“Kondisi yang sedang lesu tahun ini bisa menjadi pemicu catatan peningkatan kinerja pada tahun depan, low base effect,” ujar Pandhu.
Meski demikian, ia melihat secara valuasi saham-saham big banks ini sudah cukup menarik karena berada di bawah rata-rata historis. Ia bilang jika investor memiliki keyakinan ekonomi membaik dan punya kesabaran menunggu jangka panjang, atau minimal tahun depan tentu bisa mengoleksi saham bank saat ini.
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Saham Big Banks Langsung Melesat
“BMRI dan BBNI biasanya memiliki potensi upside yang lebih jauh karena secara valuasi yang lebih murah,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Riset RHB Sekuritas Andrey Wijaya melihat kenaikan saham di awal pekan ini ada kemungkinan mendapat katalis dari Danantara yang berencana untuk masuk ke pasar saham. Bahkan, ia melihat ini bisa jadi tidak hanya dalam tren jangka pendek.
Andrey bilang seharusnya tren jangka panjang untuk saham perbankan masih terlihat bagus. Namun, ia melihat untuk jangka pendek memang pergerakan harga saham big banks akan tetap volatile.
“Minggu lalu, kelihatan net inflow asing juga,” tambahnya.
Pengamat Pasar Modal Indonesia Reydi Octa menambahkan lompatan harga saham bank didorong oleh kombinasi optimisme penurunan suku bunga BI dan sentimen rencana investasi Danantara untuk menambah likuiditas di pasar saham.
Ia melihat kenaikan harga saham bank besar hari ini juga didukung valuasi big banks yang semakin menarik di mata investor setelah penurunan panjang. Menurutnya, valuasi yang sudah rendah ini turun mendorong adanya rotasi portofolio oleh pemodal ke saham fundamental, seperti saham bank.
“Besar sekali potensi big banks akan diakumulasi agresif oleh investor, apalagi IMF sempat memprediksikan perekonomian Indonesia akan bertumbuh baik tahun ini,” ujarnya.