
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Kembalinya Donald Trump ke tampuk kepemimpinan Amerika Serikat sempat dikhawatirkan membawa sentimen suram untuk saham-saham hijau di Wall Street. Terlebih dengan agenda energi fosil yang diusung pentolan Partai Republik tersebut.
Namun realitas berkata lain. Saham-saham di sektor energi terbarukan justru menikmati momentum penguatan seiring dengan melonjaknya permintaan energi dalam skala besar untuk menopang ekspansi akal imitasi alias artificial intelligence (AI).
Indeks S&P Global Clean Energy Transition melesat 44% sepanjang tahun ini, jauh mengungguli kenaikan 16% pada S&P 500 Index. Kinerja tersebut juga melampaui penguatan 11% pada S&P Global Oil Index, yang sebelumnya diproyeksikan menjadi pemenang utama berkat agenda “drill, baby, drill” ala Trump.
Performa ini jauh melampaui ekspektasi mayoritas investor pada awal tahun ketika saham-saham produsen energi surya dan angin justru ditinggalkan karena kekhawatiran bahwa kebijakan hijau akan ditinggalkan saat Trump kembali.
Meski Amerika Serikat memang mengambil sejumlah langkah untuk merombak kebijakan energi, termasuk melalui upaya menjegal proyek ladang angin dan keluar dari pakta global pengurangan emisi gas rumah kaca Perjanjian Paris, negara lain seperti Jerman dan China justru memperkuat sektor ini dengan komitmen belanja miliaran dolar AS untuk pengembangan jaringan listrik dan infrastruktur transisi energi.
: Prediksi JP Morgan untuk Saham EBT Tahun Depan
Di sisi lain, dorongan tidak hanya datang dari pusat data AI. Penurunan suku bunga turut memperbaiki prospek saham-saham hijau yang padat utang.
Mengutip Bloomberg, valuasi sektor ini masih berada di bawah rata-rata historis, sementara banyak negara di Eropa dan Asia, bahkan sejumlah negara bagian di AS, terus mendorong peralihan ke energi yang lebih bersih.
Kepala global investasi tematik dan sektoral BlackRock Inc., Evy Hambro, menyebut minat investor terhadap sektor ini kembali meningkat setelah relatif stagnan dalam beberapa tahun.
“Energi berkelanjutan terlalu lama terabaikan karena perhatian investor tersedot ke Magnificent Seven,” ujar Hambro, merujuk pada kelompok raksasa teknologi AS yang memimpin perlombaan AI. “Menurut saya, di sinilah potensi nilai besar berikutnya. Kami melihat lonjakan keterlibatan klien dan ini menjadi prioritas tinggi kami pada 2026.”
Saham-saham energi bersih tercatat sebagai salah satu yang berkinerja terbaik di berbagai kawasan tahun ini.
Di AS, produsen sel bahan bakar Bloom Energy Corp. melonjak 328%. Di China, Sungrow Power Supply Co., salah satu produsen inverter dan penyimpanan energi terbesar dunia, menguat 137%. Sementara di Eropa, Siemens Energy AG mencatatkan kenaikan lebih dari dua kali lipat.
Penguatan tersebut jauh melampaui reli saham-saham teknologi besar AS, termasuk Nvidia Corp. yang naik sekitar 30%. Di sisi lain, harga minyak justru turun 14% seiring dengan dorongan Trump agar produsen AS meningkatkan pengeboran yang sebagian memicu kelebihan pasokan global. OPEC kini memproyeksikan surplus pasokan kuartalan, bukan defisit, di pasar minyak dunia.
: Investasi Energi Hijau China di Luar Negeri Tembus Rp1.341 Triliun, Indonesia Destinasi Utama
“Energi terbarukan sedang mengalami momen kebangkitannya,” kata Aneeka Gupta, kepala riset makro di WisdomTree UK.
Prospeknya bahkan dinilai makin cerah setelah BloombergNEF memperkirakan permintaan listrik dari pelatihan dan layanan AI akan meningkat empat kali lipat dalam satu dekade. Hal ini menjadikan pusat data sebagai salah satu pengguna listrik dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Chief investment officer internasional untuk ekuitas fundamental BlackRock, Helen Jewell, menilai lonjakan kebutuhan energi tersebut pada akhirnya akan memaksa Trump melunak terhadap energi terbarukan.
“Saya benar-benar percaya Trump akan menyadari kebutuhan akan tambahan pasokan energi dan melakukannya dengan merangkul semua bentuk energi. Saya yakin itu akan terjadi pada 2026 dan menjadi pendorong tambahan bagi saham-saham yang sudah berkinerja sangat baik,” ujarnya.
Investasi Jumbo di EBT dan Catatan Investor
Optimisme terhadap saham-saham energi hijau tecermin dalam meningkatnya arus investasi. Proyek energi terbarukan tercatat mencetak rekor aliran investasi dengan nilai US$386 miliar pada semester I/2025, naik 10% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menurut BloombergNEF.
Meski investasi di AS turun 36% dibandingkan paruh kedua 2024, investasi di Uni Eropa melonjak lebih dari 60%, didorong oleh proyek angin darat dan lepas pantai.
Pada November, Apollo Global Management Inc. menyepakati investasi US$6,5 miliar pada proyek ladang angin lepas pantai di Inggris yang dioperasikan Orsted A/S dari Denmark. Utilitas Portugal EDP SA juga berencana menanamkan hingga US$2 miliar pada proyek energi terbarukan dan baterai di Asia hingga 2030.
Sementara itu, tahun lalu Microsoft Corp. menandatangani kesepakatan dengan Brookfield Renewable Partners untuk pasokan lebih dari 10,5 gigawatt (GW) kapasitas energi di AS dan Eropa mulai 2026, yang disebut sebagai perjanjian pembelian energi bersih korporasi terbesar yang pernah diumumkan.
: Sumitomo Investasi Rp21.776 Triliun untuk Proyek EBT di India
Meski demikian, kekhawatiran bahwa perusahaan teknologi besar membelanjakan dana berlebihan untuk AI mulai menimbulkan kehati-hatian di sektor-sektor yang diuntungkan oleh booming tersebut.
Hal ini terefleksi pada performa indeks S&P Global Clean Energy Transition yang telah turun 7,6% sejak mencapai puncak tertinggi dalam lebih dari dua tahun pada November.
Namun pelaku pasar menilai prospek jangka panjang sektor ini tetap solid, mengingat lonjakan permintaan listrik tidak mungkin dipenuhi oleh industri minyak semata. Reli tahun ini juga dinilai belum berlebihan, dengan indeks saham energi bersih masih sekitar 73% di bawah puncaknya pada 2007. Selain itu, indeks ini diperdagangkan pada sekitar 20 kali estimasi laba ke depan, lebih rendah dari rata-rata lima tahun di level 23 kali.
“Meski minyak jelas tidak akan hilang sebagai sumber energi dan tetap menjadi bagian penting lanskap investasi, mungkin sudah saatnya investor memberi perhatian lebih besar pada energi terbarukan, bahkan ketika Trump berupaya menahan lajunya,” kata Chris Beauchamp, kepala analis pasar di platform investasi dan perdagangan IG.