Target Harga Saham Bluebird (BIRD) Terbaru Usai Laba Melonjak Semester I/2025

JAKARTA — Emiten pengelola taksi Bluebird, PT Blue Bird Tbk. (BIRD), berhasil mencatatkan kinerja laba yang cemerlang pada semester I/2025. Pencapaian ini lantas memicu pertanyaan menarik mengenai bagaimana prospek saham BIRD di masa mendatang.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, laba bersih BIRD melonjak signifikan sebesar 27,54% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp335,44 miliar pada paruh pertama tahun 2025. Angka ini jauh melampaui capaian laba bersih pada paruh pertama 2024 yang sebesar Rp263,01 miliar.

Tidak hanya laba, pendapatan pengelola taksi terkemuka ini juga menunjukkan pertumbuhan impresif. Pendapatan BIRD naik 14,7% yoy, mencapai Rp2,66 triliun pada semester I/2025, meningkat dari Rp2,32 triliun pada periode yang sama tahun 2024.

Kontribusi terbesar terhadap raupan pendapatan Blue Bird datang dari segmen usaha taksi, yang membukukan pendapatan sebesar Rp1,85 triliun, naik 12,67% yoy. Sementara itu, segmen usaha non-taksi tak kalah moncer, dengan pertumbuhan pendapatan 21,23% yoy menjadi Rp858,87 miliar pada semester I/2025, menunjukkan diversifikasi bisnis yang semakin kuat.

Seiring dengan catatan kinerja pertumbuhan laba yang positif ini, gerak saham BIRD pun turut menanjak. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham BIRD naik 1,05% pada perdagangan hari Selasa, 5 Agustus 2025, hingga pukul 14.30 WIB, mencapai level Rp1.930 per lembar. Lebih jauh, harga saham BIRD telah berada di zona hijau, menguat 19,88% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.

Analis Panin Sekuritas, Novi Vianita, mengungkapkan bahwa performa pendapatan Blue Bird pada paruh pertama 2025 utamanya ditopang oleh segmen taksi yang menjadi kontributor terbesar. Pertumbuhan bisnis taksi ini sejalan dengan meningkatnya total armada perseroan yang kini mencapai sekitar 24.600 unit, di mana lebih dari 300 unit di antaranya berbasis kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Efisiensi operasional juga tercermin dari utilitas taksi reguler yang naik menjadi 80% pada paruh pertama 2025.

Di sisi lain, segmen usaha non-taksi juga menunjukkan pertumbuhan pesat, didorong oleh adanya rute baru untuk layanan shuttle Cititrans serta dimulainya operasional layanan BRT di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. “Sejalan dengan itu, kami masih merekomendasikan buy untuk BIRD dengan target harga di Rp2.100,” tulis Novi dalam risetnya beberapa waktu lalu.

Ke depan, Novi memproyeksikan kinerja Blue Bird akan semakin terdorong oleh potensi pasar baru di IKN untuk layanan BRT, shuttle, dan sewa mobil korporasi. Selain itu, penambahan armada EV yang lebih hemat dari sisi biaya operasional juga akan menjadi pendorong penting bagi peningkatan profitabilitas perusahaan.

Tim Riset Ina Sekuritas turut memproyeksikan bahwa BIRD akan mampu mempertahankan momentum pertumbuhan labanya hingga paruh kedua 2025. Proyeksi ini didasarkan pada membaiknya iklim usaha mobilitas dan perkiraan penguatan permintaan mobilitas pada periode tersebut. “Secara finansial, BIRD diproyeksikan mencatat pertumbuhan yang moderat namun stabil pada 2025,” tulis Tim Riset Ina Sekuritas.

Secara lebih spesifik, laba bersih BIRD diperkirakan mencapai Rp657 miliar pada tahun 2025, meningkat dari capaian 2024 sebesar Rp585 miliar, atau naik 12% yoy. Pertumbuhan laba ini sebagian besar akan didukung oleh kekuatan berkelanjutan dalam bisnis non-taksi Blue Bird, terutama Golden Bird dan Cititrans, yang telah muncul sebagai kontributor pendapatan yang stabil dan berulang.

Meskipun demikian, Blue Bird diproyeksikan akan menghadapi sederet tantangan bisnis pada tahun ini. Tekanan margin akibat kenaikan harga bahan bakar dan biaya tenaga kerja menjadi salah satu perhatian. Selain itu, BIRD juga dihadapkan pada persaingan baru dari operator taksi asal Vietnam, Xanh SM, yang telah memperluas armadanya.

Ina Sekuritas memperkirakan kehadiran Xanh SM, yang berencana memperluas armadanya dari 400 menjadi 1.000 mobil listrik, akan memberikan dampak bagi bisnis Blue Bird, namun secara terbatas. “Promosi agresif Xanh SM juga diperkirakan akan lebih memengaruhi layanan transportasi daring daripada bisnis taksi inti BIRD,” tambah Tim Riset Ina Sekuritas. Dengan pertimbangan ini, Ina Sekuritas menyematkan rekomendasi buy bagi BIRD dengan target harga Rp2.200 per lembar.

Konsensus analis terbaru, berdasarkan data Bloomberg, semakin memperkuat sentimen positif terhadap saham BIRD. Sebanyak tujuh sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk Blue Bird, dengan target harga rata-rata mencapai Rp2.363 per lembar dalam 12 bulan ke depan.

Untuk terus mendongkrak kinerja bisnis, Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono menegaskan bahwa perseroan fokus pada strategi pengembangan armada EV. Sebelumnya, ia menyebut Blue Bird berencana menambah 1.000 unit EV, sehingga porsi kendaraan listrik akan mencapai 4% dari keseluruhan armada. Hingga saat ini, sebanyak 300 EV telah terealisasi dari target tersebut.

Wakil Direktur Utama Blue Bird Sigit Priawan Djokosoetono menambahkan, penambahan kendaraan listrik ini menyasar beberapa tipe layanan, mulai dari bus listrik hingga tipe MPV. Beberapa merek mobil listrik yang dibidik antara lain BYD Denza, BYD M6, hingga BMW iX. “Jadi penambahan armada kendaraan listrik kami cukup agresif tahun ini,” jelas Sigit.

Direktur Blue Bird Irawaty Salim menguraikan bahwa untuk menjalankan strategi penambahan kendaraan listrik dan peremajaan armada, perseroan menyiapkan dana belanja modal (capital expenditure/capex) hingga Rp1,8 triliun pada tahun 2025. “Dana capex paling banyak kami akan gunakan untuk peremajaan armada dan penambahan armada,” ujar Irawaty. Seiring dengan penambahan armada ini, Blue Bird menargetkan pertumbuhan pendapatan hingga dua digit pada tahun 2025, mengukuhkan optimisme terhadap prospek perusahaan ke depan.

Blue Bird Tbk. – TradingView

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.