
Ussindonesia.co.id JAKARTA. PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) berencana melakukan pemisahan (spin-off) bisnis konektivitas serat optik grosir domestiknya ke anak usaha yang dimiliki 99,99%, Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF). Nilai transaksi tersebut mencapai Rp 35,8 triliun.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari transformasi industri telekomunikasi menuju model bisnis asset-light, yang memungkinkan efisiensi dan kolaborasi antaroperator melalui jaringan yang dapat dibagi (shareable network). Analis Maybank Sekuritas Indonesia Etta Rusdiana Putra dalam riset 24 Oktober 2025 menilai, spin-off ini akan membuka peluang kompetisi yang lebih luas.
Meski begitu, Telkomsel sebagai entitas utama Telkom di sektor seluler diperkirakan tetap akan dominan berkat kapasitas bandwidth yang lebih besar dan skala ekonomi yang lebih baik.
Telkomsel Teken Sejumlah Kerjasama & Luncurkan Aneka Inovasi dalam Solution Day 2025
Karena itu, Maybank Sekuritas masih tetap merekomendasikan buy saham TLKM dengan target harga Rp 3.700, mencerminkan valuasi 15 kali P/E dan 2,0 kali P/BV untuk tahun buku 2026.
Atas rencana spin-off dalam tahap awal, Telkom berencana mentransfer sekitar 492.000 km kabel last-mile dan 83.000 km jaringan tulang punggung (backbone fibre) ke TIF.
Tahap kedua, TLKM akan memindahkan 25.000 km kabel bawah laut antar-pulau yang ditargetkan selesai pada paruh pertama 2026.
Setelah transaksi selesai, manajemen Telkom akan berupaya unlock value dari TIF dengan menggandeng mitra strategis yang akan memiliki 20%–30% saham di perusahaan infrastruktur tersebut.
Etta menambahkan, pembukaan jaringan serat optik untuk operator lain dianggap sebagai pergeseran paradigma besar di industri telekomunikasi Indonesia.
“Model berbagi jaringan (network sharing) diyakini dapat menekan biaya operasional, meningkatkan profitabilitas, dan memberi ruang bagi pemain baru untuk masuk ke pasar,” pendapat dia dalam riset.
Cek Rekomendasi Saham BBCA, TLKM, INDF, ICBP, BRPT dan CDIA untuk Senin (27/10)
Ke depan, industri telekomunikasi diperkirakan lebih berfokus pada kualitas jaringan dan layanan pelanggan, sementara Telkomsel masih diunggulkan karena kemampuannya menyewa bandwidth besar dan menarik lebih banyak konten digital (CDN) ke jaringannya yang pada akhirnya memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik.
Setelah proses transfer aset dan kontrak selesai, TIF diproyeksikan mencatat pendapatan sekitar Rp 25,6 triliun per tahun, dengan EBITDA Rp 9 triliun–Rp 10 triliun, atau margin 35%–39%. Valuasi perusahaan infrastruktur ini diperkirakan berada di kisaran 9–12 kali EV/EBITDA.
Manajemen Telkom juga berencana mendistribusikan sebagian nilai yang diperoleh dari TIF sebagai dividen khusus (special dividend), selain dividen reguler dan program pembelian kembali saham (buyback). Namun, Etta belum memasukkan potensi dividen khusus tersebut dalam asumsi valuasi yang berarti masih ada potensi peningkatan nilai (upside potential) bagi investor.
Di tahun ini, Maybank Sekuritas memperkirakan pendapatan TLKM akan mencapai Rp 150,18 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 24,38 triliun. Sedangkan pada tahun 2026, pendapatan TLKM akan mencapai Rp 154,11 triliun dan laba bersihnya turun menjadi Rp 24,02 triliun.