Ussindonesia.co.id NEW YORK. Wall Street memulai perdagangan Selasa (4/11/2025) dengan sentimen negatif yang kuat, setelah indeks-indeks utama mengalami pelemahan signifikan. Kekhawatiran investor terhadap valuasi saham teknologi yang melonjak tinggi semakin menjadi-jadi, menyusul peringatan keras dari para CEO bank raksasa Wall Street mengenai potensi koreksi pasar. Ditambah lagi, proyeksi penjualan dari Palantir, perusahaan favorit di sektor kecerdasan buatan (AI), justru gagal memenuhi ekspektasi, menambah tekanan pada saham-saham terkait teknologi.
Mengutip laporan dari Reuters, pembukaan pasar menunjukkan penurunan yang mencolok di seluruh papan. Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 188,6 poin, atau 0,40%, mencapai level 47.148,04. Senada, S&P 500 kehilangan 63,4 poin, atau 0,93%, berakhir pada 6.788,52. Sementara itu, indeks Nasdaq Composite yang didominasi saham teknologi, terpukul paling parah dengan penurunan 376,5 poin, atau 1,58%, hingga menyentuh level 2.3458,211.
Peringatan akan potensi turbulensi pasar bukan tanpa dasar. Para pucuk pimpinan dari raksasa finansial Morgan Stanley dan Goldman Sachs telah secara terbuka menyatakan bahwa pasar saham berpotensi mengalami koreksi signifikan, diperkirakan antara 10% hingga 15%. Pernyataan ini semakin memperkuat kekhawatiran yang meluas di kalangan investor mengenai valuasi saham, khususnya di sektor teknologi, yang dianggap sudah terlalu tinggi.
Performa mengecewakan juga datang dari Palantir Technologies, perusahaan analitik data berbasis AI yang sempat menjadi primadona. Meskipun Palantir memproyeksikan pendapatan kuartal keempat di atas perkiraan analis, sahamnya anjlok 8,4% dalam perdagangan pre-market. Hal ini menjadi pukulan telak, mengingat saham perusahaan tersebut telah melonjak hampir 400% dalam setahun terakhir, menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap ekspektasi di sektor AI.
Penurunan ini kontras dengan kondisi pasar beberapa waktu lalu. Baru minggu lalu, indeks-indeks Wall Street masih menikmati level tertinggi sepanjang masa, dengan Oktober yang ditutup cemerlang berkat laporan triwulanan perusahaan Big Tech yang mengindikasikan lonjakan besar dalam investasi AI. Dorongan investasi ini telah menjadi pendorong utama kenaikan harga saham AS sepanjang tahun. Namun, kini, keraguan mulai menyelimuti efektivitas siklus pengeluaran dan monetisasi dalam teknologi, khususnya AI, memicu para investor untuk menarik diri setelah reli yang terlampau tajam pada saham-saham terkait sektor ini.
Keith Buchanan, seorang manajer portofolio senior di Globalt Investments, menggarisbawahi sentimen ini. Ia menyatakan, “Pasar telah bergerak naik sebagaimana semestinya dari sudut pandang pendapatan, tetapi pada titik tertentu… tampaknya pasar sedang memposisikan diri untuk penurunan risiko, bahkan dengan sedikit kekecewaan.” Komentar Buchanan ini mencerminkan kegelisahan pasar terhadap performa Palantir dan penurunan indeks secara keseluruhan.
Tekanan pada sektor teknologi terlihat jelas dari penurunan harga saham para raksasa. Saham Nvidia, pemain kunci dalam AI, anjlok 2,2%, diikuti oleh Alphabet (induk Google) yang turun 2,4%, dan Amazon.com sebesar 2%. Untuk melihat bagaimana tren ini berlanjut, perhatian pasar akan tertuju pada laporan kinerja keuangan dari dua perusahaan semikonduktor besar, Advanced Micro Devices (AMD) dan Super Micro Computer, yang dijadwalkan setelah penutupan perdagangan pada Selasa ini.
Meskipun demikian, gambaran laba kuartal ketiga memberikan sedikit optimisme. Lebih dari 83% perusahaan di S&P 500 yang telah merilis laporan kinerja hingga Sabtu lalu berhasil melampaui ekspektasi analis, jauh di atas rata-rata jangka panjang sebesar 67,2% menurut data LSEG. Namun, di sisi lain, kekhawatiran makroekonomi membayangi harapan pemangkasan suku bunga pada bulan Desember. Dengan penutupan pemerintah AS yang menyamai rekor terlama dalam sejarah, fokus investor dan The Fed kini beralih pada data-data sektor swasta, terutama angka Ketenagakerjaan Nasional ADP yang dinanti pada hari Rabu.
Perdebatan internal di antara para pejabat The Fed juga menambah ketidakpastian. Komentar yang saling bertentangan baru-baru ini menyoroti perbedaan perspektif dalam menghadapi celah data dan kebijakan moneter ke depan. Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee masih menyatakan keraguannya untuk memangkas suku bunga pada bulan Desember, mengingat inflasi yang tetap di atas target bank sentral. Di sisi lain, Gubernur Stephen Miran berpendapat bahwa kebijakan moneter saat ini justru terlalu ketat, menciptakan dilema bagi arah kebijakan bank sentral AS di masa mendatang.