
Pemerintah mewajibkan seluruh perusahaan, termasuk emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk menyampaikan laporan keuangan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui platform terpusat mulai 2027. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43/2025 tentang Pelaporan Keuangan.
Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Deny Poerhadiyanto, menjelaskan sistem pelaporan terpusat tersebut dikenal sebagai financial reporting single window (FRSW), menggunakan standar Extensible Business Reporting Language (XBRL) dengan taksonomi yang wajib diikuti perusahaan.
“Saya mungkin menjawab dengan manfaat gitu ya. Menurut saya manfaatnya apa gitu ya. Jadi memang kalau bahasa kerennya, platform terpusat itu kan financial reporting single window (FRSW),” ucap Deny, dalam acara Edukasi Wartawan Pasar Modal secara daring, Rabu (26/11).
Dia menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemungkinan bakal menyiapkan taksonomi XBRL yang menjadi acuan seluruh pelapor.
“Biasanya pemerintah yang mengamanati undang-undang untuk melaksanakan, mungkin Kementerian Keuangan akan membuat taksonominya. Dan taksonomi ini wajib diikuti karena kalau tidak ikut taksonomi ini, maka dia tidak bisa input data,” katanya.
Deny menilai manfaat utamanya adalah efisiensi bagi regulator. Dengan laporan keuangan terpusat pada satu sistem, OJK, Bank Indonesia, maupun Kemenkeu bisa langsung mengakses data tanpa perusahaan harus mengirim laporan secara terpisah.
“Kalau laporan keuangan kita sudah masuk ke sistem itu pakai XBRL, maka regulator yang mempunyai kepentingan itu, dia tidak ada laporan keuangan, dia bisa mengakses laporan keuangan itu. Jadi kalau kita mau OJK, perlu Kementerian Keuangan, perlu Bank Indonesia, dia tinggal masuk aja ke sistem itu langsung terbuka informasi ini,” jelas Deny.

Namun. kata dia, masih perlu kejelasan apakah investor juga akan diberi akses ke platform tersebut.
Meski melihat manfaat besar, Deny mengingatkan tantangan implementasi tetap ada. Kesiapan teknologi, kualitas SDM, dan kapasitas regulator menjadi faktor yang harus dibereskan sebelum sistem berjalan penuh.
Menurut dia, isu terbesar yang harus segera ditangani adalah keamanan data. “Nah, mungkin yang jadi PR adalah bagaimana keamanan data laporan yang disetor ke FRSW itu,” ungkap Deny.
Ke depan, Deny memperkirakan regulator seperti OJK atau BEI tidak lagi meminta laporan individual dari emiten karena data akan ditarik langsung dari sistem pemerintah.
Dari sisi profesi, IAI melihat kebijakan ini mempertegas peran akuntan bersertifikat dalam penyusunan dan penandatanganan laporan keuangan.
“Bagi kami juga positif, profesi, karena di FRSW itu diatur hanya mereka yang akuntan, benar-benar akuntan yang boleh menandatangani atau bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan itu memudahkan,” katanya.